JAKARTA, KOMPAS.com - Jaun (50), bukan nama sebenarnya, berharap tawuran tidak lagi terjadi di Jalan Bekasi Timur IV di Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur.
"Jangan ada lagi lah tawuran, itu kan enggak bermanfaat juga," ucap dia di kawasan yang dikenal sebagai Gang Mayong, Kamis (8/6/2023).
Sebagai warga RW 07 yang sudah tinggal sejak lahir, dia mengatakan, tawuran tidak menghasilkan apa pun kecuali korban pembacokan. Tawuran juga bisa menyebabkan perusakan properti dan barang pada warga setempat.
"Kasihan orang-orang yang kena. Misalnya yang motor dan mobilnya rusak, kaca rumahnya pecah," ucap Jaun.
Baca juga: Warga Gang Mayong Cerita Keengganan Pindah Rumah meski Sering Terjadi Tawuran
Dia pernah menjadi korban perusakan barang saat tawuran pecah pada 20-21 Mei 2023.
Pada saat itu, Jaun sedang berada di rumah bersama keluarganya. Secara tiba-tiba, terdengar suara ramai orang-orang di sekitar rumahnya.
Lantaran sudah tinggal di kawasan itu sejak lahir dan terbiasa mengalami tawuran, ia langsung mengetahui suara keramaian itu adalah cikal bakal aksi tawuran.
Secara kebetulan juga, dia teringat dengan motornya yang sedang terparkir di depan pos RW 07. Motor tersebut dia sewakan kepada orang lain untuk digunakan mengojek.
Belum sempat dia menyelamatkan motornya, Jaun memilih diam di dalam rumah agar tidak menjadi korban salah sasaran tawuran.
"Saya langsung masuk ke dalam, kunci pintu pagar dam rumah. Karena udah buru-buru mau nyelametin diri dan keluarga, enggak kepikiran buat nyelametin motor," tutur dia.
Motor itu bukanlah moda transportasi utama keluarga Juan. Akan tetapi, Jaun menyayangkan kejadian itu karena dia mengalami kerugian yang mencapai Rp 6 juta.
Jaun mengungkapkan, tawuran di wilayahnya baru terjadi sekitar 2020. Sebelumnya, yang terjadi hanyalah pertikaian per orangan saja.
"Mulai 2020-an ada tawuran, yang ikut-ikutan kisaran usia SMP dan SMA. Biasanya karena saling ejek. Dari awal tawuran sudah ada yang bawa senjata tajam," ucap dia.
Baca juga: Keresahan Warga Gang Mayong soal Tawuran: Takut Anak Ikut-ikutan
Dahulu, tawuran hanya terjadi setiap beberapa waktu saja. Namun, aksi ini menjadi lebih sering sejak Covid-19 melanda.
Menurut Jaun, ada kemungkinan karena jumlah penduduk setempat semakin bertambah, sehingga gesekan sering terjadi.