JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengimbau masyarakat Ibu Kota mewaspadai penurunan kualitas udara saat musim kemarau.
"Memasuki musim kemarau pada Mei hingga Agustus akan terjadi penurunan kualitas udara di wilayah Jakarta yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi PM2.5," kata Asep, dilansir dari Antara, Jumat (16/6/2023).
Menurut dia, penurunan kualitas udara terjadi karena curah hujan dan kecepatan angin rendah mengakibatkan partikel udara yang berukuran 2.5 µm (mikrometer) atau PM 2.5 terakumulasi dan melayang di udara dalam waktu yang lama.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Terus Buruk, Anggota DPRD Pertanyakan Kinerja Dinas Lingkungan Hidup
Hasil pantauan konsentrasi PM 2.5 di Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) DLH DKI Jakarta menunjukkan adanya perbedaan pola antara siang dan malam hari.
"Konsentrasi PM 2.5 cenderung mengalami peningkatan pada waktu dini hari hingga pagi dan menurun di siang hingga sore hari," ujar Asep.
Asep menjelaskan, pada periode akhir Mei-awal Juni konsentrasi rata-rata harian PM 2.5 berada pada level 47,33-49,34 µg/m3.
Selama periode 21 Mei-7 Juni 2023, konsentrasi PM2.5 di wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan kualitas udara dan berada dalam kategori sedang hingga kategori tidak sehat.
Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan, proses pergerakan polutan udara dipengaruhi angin yang berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
"Angin yang membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5,” kata
Ardhasena.
Menurut Ardhasena, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan.
Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan.
Baca juga: Menagih Janji Pemprov DKI Usai Kalah Gugatan Polusi Udara Warga Jakarta 2 Tahun Lalu
"Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring," kata Ardhasena.
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Luckmi Purwandari menyampaikan, kualitas udara berada dalam klasifikasi tidak sehat pada musim kemarau terjadi pada Agustus 2020, Mei-Juli 2021, Juni-Agustus 2022, dan Juni 2023.
Kondisi udara tidak sehat adalah kondisi udara dengan nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada rentang 101-200.
"Artinya tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia, hewan dan tumbuhan," ucap Luckmi.