JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menawarkan perlindungan kepada keluarga bocah perempuan NHR (9) yang menjadi korban pemerkosaan oleh S alias UH (68).
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menuturkan, penawaran langsung diterima sehingga saat ini keluarga NHR, diwakili ibunya yakni F (32), berstatus pemohon.
"Permohonan baru diajukan (15/6/2023). Komunikasi (lebih lanjut) dengan ibu korban mungkin dalam waktu dekat," ucap dia ketika dikonfirmasi, Jumat (16/6/2023).
Edwin menuturkan, LPSK proaktif dalam penawaran perlindungan usai melihat pemberitaan tentang pemerkosaan NHR.
Baca juga: Polisi Tegaskan Tak Ada Intimidasi ke Ibu Korban Pemerkosaan di Cipayung
Mereka langsung bergerak mencari kontak F untuk jemput bola.
Usai menghubungi F dan saling berdiskusi, F akhirnya menyampaikan permohonan untuk dijadikan sebagai terlindung oleh LPSK.
LPSK berencana menemui F dan NHR untuk melakukan pendalaman terkait pemerkosaan terhadap NHR oleh UH.
Selanjutnya, LPSK akan melakukan asesmen psikologis dan medis untuk kebutuhan rehabilitasi.
"Kalau jadi terlindung, kami akan mendampingi pada setiap proses hukumnya, penanganan psikologis dan medisnya, dan juga menghitung restitusi terhadap pelaku," pungkas Edwin.
Hal ini terjadi lantaran ia kerap menanyakan sejauh apa proses kasus pemerkosaan terhadap anaknya.
"Saya sempat dipanggil Kanit (kepala unit). Saya dimarahin dan diomelin, (ditanya) sudah laporan ke mana saja karena katanya ada tiga orang sudah telepon dia," ujar dia di Pinang Ranti, Makasar, Jakarta Timur, Rabu (14/6/2023).
Baca juga: Dorong Pemulihan Trauma Bocah yang Diperkosa di Cipayung, LPSK: Lukanya Melekat Seumur Hidup
"Memang enggak dibentak, tapi nadanya kayak lagi marah," sambungnya.
Adapun F terus bertanya ke polisi karena pelaku tak kunjung ditangkap. Padahal, sejak 16 Maret, pelaku sudah mengaku di hadapan warga dan Ketua RT bahwa ia memerkosa korban sebanyak 5 kali sepanjang 2021-2022.
Pelaku baru ditangkap pada Kamis (15/6/2023) malam, usai F mengungkap kejanggalan kasus ini ke media.
Belakangan, F mengklarifikasi pernyataannya. Menurut F, ia tidak dimarahi. Hanya saja, polisi yang bertemu dengannya saat itu berbicara dengan nada tinggi.
"Cuma cara ngomongnya aja, logatnya seperti itu (bicara dengan nada tinggi)," ucap F ketika dikonfirmasi, Jumat.
F tidak menampik, nada tinggi yang digunakan anggota polisi itu membuatnya merasa seperti dimarahi.
Namun, ia kembali menegaskan, anggota polisi itu tidak memarahi atau mengomelinya. F juga mengakui, ia hanya salah ucap ketika mengatakan bahwa dirinya dimarahi dan diomeli polisi.
"Iya (salah ucap ketika diwawancarai)," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.