JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyetop proyek pengolahan sampah menjadi tenaga listrik atau intermediate treatment facility (ITF) di Sunter, Jakarta Utara.
Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjelaskan, proyek ITF tidak dilanjutkan karena mahalnya investasi dan biaya operasional yang diperlukan.
"Iya (ITF tidak dilanjutkan). Ya kami kan enggak sanggup ya. Investasi bisa lebih dari Rp 5 triliun," ujar Heru Budi di kawasan TPST Bantar Gebang, Bekasi, Selasa (27/6/2023).
Sebagai gantinya, DKI Jakarta bakal fokus mengembangkan fasilitas pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif, atau disebut refused derived fuel (RDF).
Baca juga: Heru Budi Setop Proyek ITF Sunter: Kami Enggak Sanggup...
Meski berbeda, kedua program itu sama-sama bertujuan mengatasi permasalahan sampah.
Caranya dengan memanfaatkan dan mengolahnya menjadi sesuatu yang berguna.
"Pemda DKI bukan tidak mau, bagus-bagus semua konsep-konsep itu. ITF atau RDF bagus-bagus, tapi sekali lagi Pemda DKI tidak mampu membayar tipping fee,” kata Heru.
RDF lebih menjanjikan
RDF menjadi jalan tengah pengolahan sampah menjadi sumber energi, tanpa menyedot anggaran besar.
Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah memiliki satu RDF Plant di TPST Bantar Gebang.
Untuk tahap awal, fasilitas ini mampu memproduksi 700 ton bahan bakar alternatif per hari.
Heru menerangkan, 700 ton RDF itu dihasilkan dari pemilahan 1.000 ton sampah baru dan 1.000 ton sampah lama di TPST Bantar Gebang.
Pemrosesan sampah dengan RDF Plant terbilang cukup menjanjikan. Sebab cara ini membuat sampah padat perkotaan menjadi bernilai jual.
Baca juga: Kandasnya Proyek ITF Sunter: Mandek Berkali-kali, Ujung-ujungnya Dihentikan
Untuk satu ton RDF, harga yang ditawarkan yakni 24 dollar AS atau setara Rp 360.000. Pendapatan ini bakal dimanfaatkan untuk menambah dan merawat peralatan produksi RDF plant.
"Kami ada batas 24 dollar AS. Paling rendah segitu, enggak boleh lebih rendah lagi harganya," kata Heru.