JAKARTA, KOMPAS.com - Permasalahan kemacetan di DKI Jakarta bukanlah hal baru.
Bagi warga yang hidup bertahun-tahun di Ibu Kota, macet sudah jadi makanan sehari-hari.
Memasuki usia yang ke-496, DKI Jakarta masih belum bisa mengentaskan masalah kemacetan.
Kondisi ini tentunya dikeluhkan oleh warga, khususnya para pekerja kantoran yang tiap pagi dan sore hari harus berkutat dengan kepadatan lalu lintas.
"Saya kerja sejak 2018. Yang enggak enaknya itu di Jakarta kemacetannya ya. Sampai sekarang pun belum ada solusi yang nyata," ujar Hafizhah (28), pegawai swasta di kawasan Jakarta Selatan, dikutip Senin (3/7/2023).
Baca juga: Susah banget Cari Kerja di Jakarta, Gelar Sarjana Kayaknya Tak Cukup Buat Kerja Kantoran
Hafizhah sebenarnya menggunakan transportasi umum sebagai sarana mobilitasnya di Ibu Kota.
Namun, hal itu tidak lantas membuatnya terhindar dari kemacetan.
Sebab, transportasi umum di Jakarta belum terintegrasi dengan baik sehingga ia juga harus menyambung perjalanan dengan ojek online.
"Terkadang kita harus putar otak supaya nyampe, harus lewat mana. Kan ini kadang nambah ongkos juga buat naik ojek. Lebih lama waktu perjalanannya juga," kata Hafizhah.
Menurut Hafizhah, kemacetan di Ibu Kota seolah tidak ada habisnya. Baik pagi hari, siang ataupun malam, kepadatan lalu lintas selalu terjadi.
Kemacetan Jakarta terkadang semakin parah ketika sejumlah wilayah di Ibu Kota sedang dilanda banjir, atau terdapat aksi demonstrasi di titik-titik tertentu.
Meski demikian, Hafizhah mau tidak mau harus terus menghadapi kemacetan itu dengan suka cita.
"Untungnya transportasi publik semakin berkembang ya di Jakarta. Jadi kalau kemana-mana masih bisa mobile lah, naik transjakarta cuma Rp 3.500 bisa kemana-mana," tutur Hafizhah.
Terbantu perbaikan transportasi
Meski kemacetan belum terselesaikan, perbaikan transportasi umum di Jakarta dianggap cukup membantu Hafizhah dan para pekerja lain di Ibu Kota.
Tak hanya terbantu dengan semakin luasnya jangkauan bus transjakarta, keberadaan transportasi lain misalnya MRT juga mempermudah mobilitas pekerja.
"Pembangunannya itu memang sempet menghambat untuk pergi bekerja. Tetapi lama kelamaan ternyata setelah selesai memudahkan kita untuk bepergian. Kayak dari MRT Lebak Bulus sampai HI cuma 30 menit," kata Hafizhah.
Baca juga: Suka Duka Mudi Si Jenderal Sudirman Kota Tua Bertahan Hidup di Jakarta
Hal senada diungkapkan Fitratun Komariah (27), pekerja di wilayah Jakarta Pusat yang sejak lahir tinggal di Jakarta Selatan.
Bagi Komariah, tak bisa dipungkiri jika transportasi umum di Ibu Kota terus bertransformasi menjadi lebih baik.
Dia mencontohkan penumpang kereta rel listrik, yang dapat langsung melanjutkan perjalanan menggunakan bus transjakarta.
"Jakarta selalu punya transportasi umum yang terjangkau. Dari mulai ngelamar kerja kesana kemari, sampai bekerja itu misalnya pakai transjakarta itu sudah hemat banget si menurut saya," ungkap Komariah.
Keberadaan transportasi publik, baik transjakarta maupun MRT saat ini begitu terasa dampaknya bagi pekerja yang menggunakan transportasi publik.
"Mungkin bagi beberapa pekerja lebih hemat pakai motor. Tapi untuk orang yang enggak bisa naik motor, untungnya pemerintah menyediakan berbagai fasilitas itu," kata Komariah.
Baca juga: Jutaan Warga Jakarta Masih Berutang ke Pinjol, Totalnya Tembus Rp 10,35 Triliun
Baik Komariah maupun Hafizhah berharap pengembangan transportasi publik di Jakarta terus dilanjutkan.
Integrasi antar layanan di Ibu Kota dengan wilayah penyangga juga harus ditambahkan.
"Jadi kan pekerja dari daerah, misalnya Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang bisa semakin mudah aksesnya. Enggak perlu lagi pake kendaraan pribadi. Otomatis kan ngurangin kemacetan juga," pungkas Komariah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.