Kata Syafrudin, warga gotong royong memangkas ilalang yang menjulang tinggi ke atas agar rumah panggung berdiri.
Pria yang sudah menjabat sebagai Ketua RT selama lima periode ini mengungkapkan, sampah yang berserakan di kolong rumah panggung warga sudah ada sebelum permukiman kumuh itu berdiri.
"Rumah itu belum berdiri pun, sampah sudah ada. Karena itu memang empang, semak belukar (dulunya)," ucap dia.
Baca juga: Warga Kapuk Muara Tinggal di Atas Tumpukan Sampah, DPRD DKI: Relokasi ke Rusunawa
Saat rumah-rumah panggung ini dibangun, akses jalan hanya mengandalkan batang bambu yang dirangkai.
Namun, Syafrudin bersama warga sekitar berinisiatif membangun jalan cor. Tujuannya supaya bisa dengan mudah dilalui sepeda motor walau lebarnya tidak seberapa.
Warga sekitar akhirnya urunan dan baru terealisasi pada 2005.
Pengerjaan jalan cor itu secara bertahap hingga akhirnya kini bisa dipergunakan untuk menyambung satu titik ke titik yang lain.
"Kami punya inisiatif dan semangat untuk membangun jalan. Kami musyawarah. Masalah membangun jalan itu dari swadaya masyarakat. Total semuanya pure dari masyarakat," ungkap dia.
Tidak main-main, Syafrudin menyebutkan biaya pembangunan jalan cor ini mencapai angka miliaran rupiah.
Baca juga: Begini Potret Warga Kapuk Muara yang Belasan Tahun Hidup di Atas Sampah Mereka Sendiri
Pria yang akrab disapa Udin itu pesimistis pihak terkait hendak membersihkan sampah secara keseluruhan.
Menurut dia, sampah-sampah tersebut kini sudah setebal kurang lebih satu meter.
"Jadi, walaupun dibersihkan, waduh, itu mau berapa ratus mobil juga enggak bakal bisa. Karena tebalnya sampah itu sudah satu meter. Dari dulu diinjak saja juga enggak jeblos. Cuma hanya membal saja," ujar Syafrudin.
Setidaknya ada 400 rumah panggung yang di kolongnya terdapat tumpukan sampah.
Luasnya diperkirakan 2 hektare.