JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan, peralihan transportasi berbasis bahan bakar fosil menjadi listrik tidak menyelesaikan masalah polusi udara, khususnya di Jakarta.
Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Suci F Tanjung menyampaikan itu saat menyoroti ajakan pemerintah agar masyarakat beralih ke kendaraan listrik.
"Kalau targetnya hanya memindahkan atau mengalihkan dari penggunaan transportasi berbasis energi fosil dengan berbasis listrik, itu tidak menyelesaikan masalah," ungkap Suci kepada Kompas.com, Senin (14/8/2023).
Baca juga: Menanti Pemerintah Jalankan Putusan Pengadilan Usai Kalah dari Gugatan Masyarakat soal Polusi Udara
Secara langsung, kata Suci, kendaraan listrik bisa mengurangi polusi. Kendati demikian, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih menyumbang emisi tinggi.
"Energi listrik ini juga secara tidak langsung akan menggunakan listrik yang bersumber dari PLTU-PLTU di sekitar Jakarta, yang sampai hari ini juga masih menyumbang emisi yang tinggi," papar dia.
Selain itu, dampak limbah B3 dapat ditimbulkan dari penggunaan kendaraan listrik. Pasalnya, menurut dia, hingga kini pemerintah belum dapat menyelesaikan masalah limbah B3.
Suci menilai, pengalihan kendaraan bahan bakar minyak (BBM) bukan solusi untuk mengurangi polusi di Jakarta. Dia berpandangan, penggunaan kendaraan listrik juga memerlukan infrastruktur.
"Infrastruktur ini mau dibangun di mana lagi, sementara kita sudah tidak punya banyak ruang," ungkap dia.
Baca juga: Dinas LH Sebut Kualitas Udara Ciputat Paling Buruk di Tangsel
Suci menyampaikan, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, ruang terbuka hijau di Ibu Kota menurun dari angka 7 persen ke 5,33 persen dalam tiga tahun terakhir. Oleh sebab itu, ia mendorong agar moda transportasi umum dibenahi.
"Moda transportasi publik ini bisa saja berbasis listrik, tetapi karena mobilisasinya mengangkut orang yang lebih banyak, maka lebih efisien dan lebih efektif untuk mengurangi polusi udara," terang Suci.
Kualitas udara yang buruk di DKI Jakarta belakangan ini menjadi sorotan. Pada Senin pagi, DKI Jakarta menduduki nomor empat kualitas udara terburuk di dunia.
Dikutip dari laman IQAir, kualitas udara di Ibu Kota masuk golongan tidak seha. Nilai indeks kualitas udara Ibu Kota tercatat di angka 153 AQI US dengan ukuran polutan utama PM 2.5.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), polusi udara di Jakarta paling banyak disumbang oleh sektor transportasi (44 persen), industri energi (31 persen), dan domestik perumahan (14 persen).
Kemudian, disusul industri manufaktur (10 persen) dan sektor komersial (1 persen).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.