JAKARTA, KOMPAS.com - Kriminolog sekaligus pakar psikologi Reza Indragiri Amriel menilai, pelaku penipuan melalui aplikasi kencan menyelidiki terlebih dahulu latar belakang calon korbannya.
Menurut dia, para pelaku sengaja menargetkan korban yang serius mencari pasangan hidup karena usia yang tak lagi muda.
"Jangan-jangan pelaku sudah melakukan victim profilling," ujar Reza saat dikonfirmasi, Rabu (23/8/2023).
Baca juga: Penipu “Tinder Swindler Indonesia” Tak Segan Incar Wanita Berpendidikan, Korban: Yang Penting Bucin
"Jadi, yang dia targetkan adalah perempuan yang secara umum dianggap punya 'kelemahan'. Misal, usia sudah telat menikah," terang dia.
Apalagi, menurut Reza, manusia memiliki kelemahan yakni hindsight bias.
Hindsight bias merupakan suatu kecenderungan seseorang dalam memprediksi suatu fakta peristiwa berikut hasilnya. Namun, fakta peristiwa itu belum terjadi.
"Cirinya, menyepelekan risiko, mengesampingkan bahaya, plus kelewat yakin pada kemampuan menangkal risiko viktimisasi," ujar Reza.
Untuk diketahui, penipu bertebaran di aplikasi kencan. Mereka menjerat para wanita Indonesia yang hendak serius membangun masa depan.
Baca juga: Saat Para Penipu Tinder Swindler Incar Wanita Indonesia, Kini Diburu Polisi...
Korban tak hanya merugi perasaan, tetapi juga miliaran rupiah apabila ditotal.
Sekilas, kisah para korban mirip dengan kisah di film dokumenter Netflix yang booming pada Februari 2023, The Tinder Swindler.
Tim Kompas.com menemui beberapa korban, pertengahan Juli 2023, di salah satu kedai kopi di Jakarta Barat.
Mereka pun mengisahkan bagaimana bisa terjerat dalam praktik penipuan ulung itu.
Cerita mereka dapat dibaca di liputan khusus Kompas.com "Kasus Penipuan Tinder Swindler Versi Indonesia".
Polisi juga tengah menyelidiki kasus penipuan yang berawal dari aplikasi cari jodoh ini.
Baca juga: Cerita Wanita yang Mempersatukan Korban “Tinder Swindler Indonesia” Sebelum Putuskan Lapor Polisi
Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak, pelaku memperlakukan korban seperti kekasihnya sebelum diperas.
Usai pelaku melakukan bujuk rayunya, korban ditawarkan usaha fiktif atau penipuan.
"Itu pintu masuknya memang melalui aplikasi perjodohan (dating apps). Setelah saling kenal, kemudian pelaku dengan bujuk rayu menawarkan usaha virtual dimaksud kepada korban," jelas dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.