JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menghadapi berbagai rintangan dalam mewujudkan kehadiran salah satu moda transportasi utama Ibu Kota saat ini, yaitu transjakarta.
Semuanya berawal dari ketika pria yang akrab disapa Bang Yos melakukan perjalanan ke Kota Bogota, Kolombia.
Menurut dia, Bogota memiliki kondisi lalu lintas yang sama seperti Jakarta. Ia ingin tahu cara Bogota mengatasi kemacetan itu.
“Transportasinya macet total, tapi mereka bisa mengatasinya. Di sana ada MRT, ada busway, ada monorel. Jadi itu saya adopsi (konsepnya) dari sana. Saya bawa (ke Jakarta),” kata Bang Yos saat bercerita di acara "Hari Pelanggan Nasional 2023 Transjakarta", Jumat (8/9/2023).
Setelah itu, Bang Yos mengumpulkan sejumlah pakar transportasi untuk menganalisis kemacetan Jakarta yang tak berujung.
“Saya tahu A sampai Z mengapa Jakarta macet. Perbandingan antara kendaraan pribadi dan transportasi umum itu terbalik. Kendaraan pribadi 80 persen, transportasi umum 20 persen,” tutur dia.
“Dari 20 persen pun, (transportasi umum) yang lewat jalan protokol ini yang kebul-kebul itu. Kalau Anda naik motor di belakang itu, pasti gelap gulita, tak terlihat apa-apa.” sambung Bang Yos.
Baca juga: Menjajal Air Kebersamaan di Halte Transjakarta CSW, Bisa Minum Air Dingin hingga Air Soda
Saat itu, pengguna sepeda motor di Jakarta bisa bertambah 1.025 orang dalam sehari. Sementara itu, pengguna kendaraan roda empat bisa bertambah 258 orang per harinya.
Para pakar memprediksi, apabila kemacetan tidak segera ditangani, Jakarta akan “stuck” pada 2014.
“Saya tanya, stuck itu seperti apa? Macet total enggak bisa apa-apa. ‘Pak Gubernur, kalau keluar garasi dari (rumah dinas di) Taman Suropati, ya sudah, berhenti di situ’,” jelas Bang Yos menyampaikan ucapan para pakar kala itu.
Bang Yos tak ingin malapetaka itu terjadi.
“Saya turun (jabatan) 2007. Karena itu tujuh tahun lagi, ya sudah biarkan dimakan gubernur pengganti saya. Kalau saya berpikir begitu, namanya gubernur kampungan. Makanya saya pikirkan sejak 2003,” kata dia.
Setelah menelaah akar masalah dari kemacetan Jakarta, Bang Yos meminta tim untuk membuat rencana transportasi makro Ibu Kota.
“Satu yang saya minta, apa pun moda yang dipilih oleh tim ini harus kendaraan yang sifatnya massal. Massal yang artinya bisa mengangkut banyak orang,” kata Bang Yos.
Maka, tim itu mengajukan beberapa moda transportasi, mulai dari mass rapid transit (MRT), monorel, hingga moda alternatif waterway.
Namun, masalah yang timbul kemudian adalah tantangan dalam mencari investor. Kala itu, Indonesia, khususnya Jakarta, belum mendapatkan kepercayaan akibat kerusuhan pada 1998.
“Enggak ada yang mau investasi ke transportasi Jakarta,” tutur dia.
Baca juga: Pengguna Transjakarta Bisa Isi Ulang Air Minum di Halte CSW, Uji Coba sampai Pekan Depan
Meski begitu, Bang Yos tak berkecil hati. Ia tetap memperjuangkan transportasi massal yang dapat mengubah kondisi lalu lintas Ibu Kota.
Dari segala opsi moda transportasi, "busway" menjadi pilihan. Sebab, tak perlu investor untuk mewujudkannya.
“Rencana sebagus apa pun kalau enggak pernah dimulai, sampai hari raya monyet ya enggak pernah jadi. Kenapa busway? Jalan sudah ada, tinggal pasang separator, bus kami pesan, sopir kami rekrut,” tutur Bang Yos.
Tantangan Bang Yos tak berhenti sampai di sana. Ia harus menghadapi reaksi publik yang heran dan tak habis pikir akan keputusannya menerapkan sistem busway.
“Di situlah aku panen. Tiap hari di-bully, didemo, dihabisi habis-habisan di televisi,” kata dia.
“Bahkan, ekstremnya, ada seorang profesor yang mengatakan, ‘Gubernur paling goblok yang pernah saya lihat’. Itu gara-gara mau mendirikan busway,” sambung Bang Yos.
Baca juga: Halte Transjakarta Monas akan Diperpanjang, Gantikan Fungsi Halte Harmoni untuk Transit
Lagi-lagi, Bang Yos tetap teguh pada rencananya. Baginya, sebagai seorang pemimpin, dia tetap harus menjalankan rancangan yang diyakini dapat menyelesaikan masalah besar.
“Jangan cuma lu demo, hujat-hujat. Ditodong pistol juga enggak akan berhenti gue! Karena kalau enggak (dilakukan), enggak pernah ada!” seru dia.
Usai melewati segala rintangan itu, Bang Yos berhasil meresmikan transjakarta jurusan Blok M-Kota (koridor satu) sepanjang 12,9 kilomter pada 15 Januari 2004.
Dari 15 rencana koridor yang ada, koridor satu dipilih karena merupakan yang paling macet.
“Tiap kali saya lihat, orang mengantre sesak-sesakkan di halte itu sangat terharu. Karena tak mudah merealisasikan rencana yang baik itu,” ujar Bang Yos.
Saat ditanya apakah ia pernah berkecil hati akibat hujatan yang diterima, Bang Yos menggeleng.
“Enggak pernah, itu saya nikmati saja. Saya terus berusaha menjelaskan dari semua rancangan yang ada dari media cetak dan elektronik,” jawab dia.
Baca juga: Heru Budi Pastikan Bus Listrik Transjakarta Akan Ditambah pada Oktober 2023
Kala itu, masyarakat heran dengan adanya kendaraan yang bebas hambatan, tak pernah berhenti akibat macet karena ada jalur khusus.
Sementara itu, kendaraan yang lain terjebak macet di sampingnya.
“Padahal pikiran saya, lo enggak pengen macet pindah saja ke busway. Kan enggak macet. Gampang aja gitu, kan,” celetuk Bang Yos.
“Ya memanglah, selalulah, ya. Setiap pemimpin akan mengalami,” imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.