JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut kasus pedofilia atau kekerasan seksual terhadap anak terus terjadi karena pendidikan seksual tak diberikan sejak dini.
Pejabat Sementara (Pjs) Komnas PA Lia Latifah mengatakan, dunia pendidikan terlalu sering menggunakan kata ganti untuk menyebut nama alat kelamin.
Akibatnya, anak-anak menjadi tak waspada ketika ada pedofil melancarkan aksinya.
"Pendidikan seksual tidak diberikan kepada anak sejak dini. Kadang-kadang guru di sekolah hanya bilang gini sama muridnya, 'Anak-anak, hati-hati ya kalau ada orang yang jahat ke anak-anak, kalian tidak boleh dekat-dekat'. Nah konteks jahatnya seperti apa, mereka tidak memberikan gambaran utuh. Akhirnya anak tak mengetahui kalau dia adalah korban kekerasan seksual," ujar Lia saat dihubungi, Minggu (1/10/2023) malam.
Baca juga: Pengamat: Kasus Jual Beli Video Gay Anak Bisa Menyangkut Jaringan Pedofilia hingga TPPO
Lia menyebut anak-anak seharusnya mulai dibiasakan untuk menyebut alat kelamin sesuai bahasa yang baik dan benar, sebagaimana tertera dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Jangan membiasakan anak-anak menggunakan kata ganti "burung" atau "dompet".
Untuk laki-laki, harus dibiasakan untuk menyebut penis. Sementara, anak perempuan mulai dibiasakan untuk menyebut vagina.
"Anak sejak usia 2 tahun sudah boleh dikenalkan alat kelaminnya. Ngomongnya biasa aja, enggak usah takut, soalnya yang sering diajarkan orangtua kan pakai bahasa istilah. Contohnya, alat kelamin laki-laki adalah penis tapi dibilang burung. Alat Kelamin perempuan yang bernama vagina tapi malah dibilang pipit atau dompet," ungkap Lia.
"Itu kan istilah-istilah yang tidak benar, padahal di KBBI sudah disebutkan bahwa penis adalah alat kelamin laki-laki, vagina adalah alat kelamin perempuan. Itu seharusnya diajarkan kepada orangtua dan guru ketika di sekolah," sambung dia.
Baca juga: Anak-anak Rawan Jadi Korban Pelecehan, Komnas PA: Orangtua Harus Bangun Komunikasi dengan Anak
Dengan membiasakan anak-anak menyebut alat kelaminnya sesuai kaidah bahasa yang benar, maka para guru bisa memberikan contoh kasus tanpa istilah atau kata ganti nantinya.
Mereka bisa menggunakan kata penis atau vagina secara langsung untuk memberikan pengarahan kepada anak-anak soal pendidikan seksual.
"Enggak apa-apa diomongin seperti itu, itu adalah hal yang baik untuk diajarkan kepada anak. Misal, 'Kalau ada orang yang berani pegang penis kamu, kamu laporan sama ibu. Kalau ada teman kamu yang bercandanya menyentuh penis kamu, vagina kamu, payudara kamu, bilang ke ibu'," tegas Lia.
Dengan begitu, anak-anak disinyalir lebih waspada.
Sebab, mereka sudah terbiasa menggunakan kata penis atau vagina dalam kesehariannya untuk menyebut nama alat kelamin.
"Jadi jangan sampai ada lagi bahasa-bahasa yang sifatnya aneh dan menurut anak-anak itu jorok. Itu semua tidak tabu, kok. Intinya hindari penggunaan kata lain untuk menyebut alat kelamin atau bagian sensitif anak," imbuh dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.