Chuyenk menyebut kenaikan harga beras tidak sebanding dengan kualitasnya.
Menurut dia, harga beras yang naik merupakan jenis dengan kualitas rendah.
"Harga beras kacau pokoknya, naiknya enggak kira-kira. Kalau misalnya baik barang bagus, enggak apa-apa. Ini sudah naik tapi barangnya jelek, sama saja bohong,” ungkap Chuyenk.
“Iya (yang kualitasnya rendah). Yang tadinya enggak laku, sekarang jadi laku. Itu, beras yang sering dikonsumsi, beras raskin, gitu,” lanjut dia.
Baca juga: Pedagang di Pasar Rawa Badak Sebut Beras yang Harganya Melonjak Berkualitas Rendah
Untuk harga eceran, mulanya modal beras di toko Chuyenk hanya Rp 10.000 per kilogram.
Namun, kini dia harus mengeluarkan modal Rp 15.000 untuk 1 kilogram beras.
“Kalau saya sebagai pedagang penginnya kayak dulu lagi, dinormalkan lagi. Maksudnya, jangan bikin yang sudah sulit, menjadi lebih sulit,” imbuh Chuyenk.
Tak hanya kemarau panjang yang diduga menjadi penyebab kenaikan harga beras di pasar.
Chusein justru menduga, kenaikan harga terjadi imbas proses panjang pemilihan umum (pemilu) di Indonesia.
“Ya ada kemarau panjang, ada politik mungkin, kan jelang pemilu ini,” kata Chusein sambil tertawa.
Baca juga: Harga Beras Naik, Pedagang di Pasar Rawa Badak: Penghasilan Minus, Malah Utang untuk Modal
Namun, Chusein tidak bisa memastikan dugaannya itu.
Kenaikan harga beras di Pasar Rawa Badak menjadi momok bagi Chuyenk, mengingat isu beras plastik yang santer di masyarakat.
“Kemarin kan juga ada isu beras plastik. Jadi, kota jualnya bingung juga. Kita jual beras bagus, dikira beras plastik. Beras jelek, dikira enggak bermutu, tapi harga malah tinggi. Kan jadi serba salah,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.