Secara khusus, Asep melanjutkan, RDF dapat dimanfaatkan sebagai pengganti batubara yang masih menjadi bahan baku utama dalam produksi semen.
Saat ini, sudah dua offtaker yang memanfaatkan RDF dari TPST Bantargebang, yaitu PT Indocement Tunggal Perkasa yang siap menerima minimal 625 ton RDF per hari dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk sebesar 75 ton RDF per hari.
“Kualitas RDF yang dihasilkan dari Bantargebang sudah sesuai dengan ekspektasi offtakers yang telah disepakati melalui pertemuan-pertemuan serta Memorandum of Understanding (MoU) dengan DLH,” ungkap Asep.
Lebih lanjut, Asep menjelaskan,kehadiranLand Mining dan RDF Plant di Bantargebang berdampak positif terhadap lingkungan, khususnya bagi masyarakat sekitar. Salah satunya dapat mengurangi gunungan sampah dan memperpanjang umur pelayanan TPST Bantargebang.
Oleh karena itu, Asep juga mengajak masyarakat terlibat aktif dalam pengurangan timbunan sampah dari hulu. Caranya dengan pembatasan timbulan sampah (reduce), seperti penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan (KBRL) dan pembatasan penggunaan alat makan sekali pakai, pemanfaatan kembali sampah (reuse), serta mendaur ulang sampah (recycle).
Pemprov DKI Jakarta juga memiliki rumah maggot sebanyak 265 pada 2022 dan 307 pada 2023. Dari rumah maggot yang dikelola di 43 kecamatan ini, telah tereduksi sampah organik sebanyak 112,29 ton per bulan. Budidaya maggot dikelola oleh Koperasi Penggiat Maggot Jakarta Tangguh (KPMJT).
Pemprov DKI Jakarta juga menjalankan program Jakarta Sadar Sampah untuk mewujudkan Jakarta yang lebih bersih dan hijau melalui kesadaran untuk menanggulangi sampah.Program ini mengajak semua pihak untuk terlibat langsung melalui tiga aksi nyata, yaitu mengurangi, memilah, dan mengolah sampah.
Upaya Pemprov DKI dalam menangani sampah di Ibu Kota turut menjadi perhatian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta.
Ketua Walhi Jakarta Muhammad Aminullah atau biasa disapa Anca mengatakan, langkah-langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta perlu dimaksimalkan dengan mengikuti tahap pengelolaan sampah yang tepat.
“Hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sampah adalah pemilahan sampah organik dan non-organik. Jika ingin menggunakan insinerator untuk RDF, perlu dipertimbangkan nilai kalor yang tepat, karena tidak semua jenis sampah cocok,” ucap Anca kepada Kompas.com, Kamis (20/10/2023).
Anca juga menjelaskan, RDF harus menjadi tahap terakhir jika sampah tidak bisa diolah dan tidak ada cara lain selain dibakar. Sebab, sampah yang tidak bisa terbakar habis dapat memicu masalah baru, seperti cemaran residu dan mikroplastik.
Ia juga mengingatkan, sebaiknya pemerintah melakukan perhitungan yang tepat, termasuk biaya dan potensi cemaran selama prosesnya berlangsung. Belum lagi maintenance insinerator RDF yang membutuhkan treatment berbeda.
“Dalam banyak riset diketahui bahwa proses pembentukan RDF tetap mungkin memunculkan potensi pencemaran, seperti dari asap pembakaran yang menyebabkan polusi. Oleh karena itu, perlu ada perhitungan dan pertimbangan yang sangat hati-hati,” jelas Anca.
Terkait penanganan masalah sampah di Jakarta, Anca justru mendorong Pemprov DKI melakukan pembinaan dan pendampingan dari lingkup yang terkecil, yaitu di lingkungan rumah. Jika perlu, lanjutnya, pemerintah harus door to door agar masyarakat bisa terlibat dalam pengolahan sampah.
Baca juga: Heru Budi Pastikan Pembangunan MRT Jakarta Fase 2A Tahan Gempa M 8
“Jangan hanya melakukan sosialisasi ketika ada pameran atau event tertentu saja, tapi lakukan edukasi berkelanjutan kepada seluruh lapisan masyarakat.Pemerintah harus bisa mengubah paradigma masyarakat tentang bahaya sampah dan dampaknya untuk kesehatan,” tegas Anca.