"Di sini jadi kena asap terus. Sesak banget," kata Yuli.
Kondisi itu membuat Yuli agak kesulitan bernapas. Sebab, dirinya akan lebih banyak menggunakan masker ketika berada di rumah.
Baca juga: Kesaksian Warga Saat Kebakaran TPA Rawa Kucing: Awalnya Api Kecil, lalu Jadi Lautan Api
Kondisi diperparah dengan kemarau panjang yang kini melanda Indonesia.
"Cuaca panas, ditambah kebakaran enggak padam-padam, jadi makin tebal asapnya kalau ada angin," kata Yuli.
Warga lain bernama Fadil (28) juga mengatakan hal yang sama. Bagi dia, asap yang tebal membuat ia lebih sering mengeluarkan air mata.
Sebab, matanya terasa amat perih jika kabut asap menebal ketika angin berhembus.
"Mata perih banget. Ini baju juga bau sampah, tapi juga bau asap. Enggak kuat karena ditambah mataharinya panas banget," ujar Fadil.
Dirinya berharap agar petugas di lapangan bisa segera menangani kebakaran yang masih melanda.
Baca juga: Helikopter BNPB Ditargetkan 50 Kali Bolak-balik Siram Air untuk Padamkan Api di TPA Rawa Kucing
"Pengin cepat-cepat selesai. Semoga bisa normal lagi dan asapnya hilang," harap Fadil.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turut mengerahkan helikopter. Hal itu bertujuan untuk membantu proses pemadaman melalui udara.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan, pihaknya menargetkan helikopter akan 50 kali bolak balik untuk mengambil dan menyiram air demi memadamkan api.
"Iya, ini sudah mulai operasi, target 50 dropping air (menyesuaikan dengan situasi lapangan)," kata Muhari dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Senin (23/10/2023) kemarin.
Setiap perjalanannya, helikopter water bombing mengangkut empat ton air untuk ditumpahkan di TPA Rawa Kucing.
Kendati demikian, BNPB belum dapat memastikan kapan pemadaman akan selesai. Sebab, semua pihak terkait masih memantau dan bergantung pada kondisi di lapangan.
"Melihat situasi hari ini, helikopter baru datang, sambil bombing, juga mapping medan dan situasi terbakar. Nanti sore baru bisa diestimasi lama operasinya," ujar Muhari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.