Kalau pun sakit, Mbah juga sesekali meminta bantuan ke tetangganya untuk sekedar "dikerokin" ketika masuk angin.
"Tapi kadang ke tetangga lain, suka minta dikerokin. Memang dia itu apa-apa sendiri," tutur Yuli.
Terkadang, Mbah dan tetangga selalu bernyanyi sambil berjoget bersama di selasar kontrakan. Hal tersebut bertujuan sekadar menghibur diri ketika rasa suntuk datang.
Di sisi lain, menurut catatan Dasawisma, Ngatiyem terdaftar sebagai penerima BPJS gratis dari pemerintah.
"Kartu Indonesia Sehat atau PKH Lansia sih enggak dapat dia. Tapi, BPJS gratis, setahu saya, ada," ujar Juariah.
Sayangnya, Mbah tidak dapat memanfaatkan betul fasilitas layanan kesehatannya. Sebab, prosesnya dianggap rumit dan berbelit.
Apalagi, Mbah tinggal seorang diri sehingga tak ada yang bisa membantu mengurus administrasinya.
Baca juga: Rincian Bansos PKH, Lansia Rp 2,4 Juta hingga Ibu Hamil Rp 3 Juta
Kepergian Mbah dalam sunyi dan tidak diketahui siapapun menyisakan rasa sedih yang begitu mendalam bagi para tetangga.
Wajah semringah Ngatiyem sebagai orang yang ramah demikian membekas di benak para tetangga.
"Kami di sini enggak ada yang sangka. Orang enggak ngeluh sakit, tapi tahu-tahu meninggal kayak gitu. Tapi intinya, Mbah orang baik," kata Yuli.
Dengan begitu, tahlilan untuk kepergian Mbah Ngatiyem digelar di selasar rumah kontrakan.
"Iya, kami tahlilan, saya yang bertanggung jawab di sini. Yang biayain, kami dapat santunan Rp 1 juta. Selebihnya, saya yang tanggung jawab," kata pengurus kontrakan bernama Warnoto (38).
Kini, Mbah Ngatiyem sudah berada di tempat peristirahatan terakhirnya, TPU Budi Dharma, Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.