"Setelah pulang dari Pasar Rusun, dia balik ke kontrakan jam 10.00 WIB, dia masak. Kalau sudah kelar, dia istirahat, tidur di dalam," ujar Yuli.
"Nah. Kan dia dagangannya satu hari itu dua kali. Entar, sore, dia bikin jamu lagi. Sehabis asar, dia berangkat lagi, pulang maghrib. Kayak begitu terus kesehariannya," lanjut Yuli.
Kata Yuli, Mbah merupakan sosok perempuan yang ramah dan bersahaja. Mendiang sangat dekat dengan tetangga dan selalu menyapa warga dengan senyum hangat meskipun baru mengenal.
Baca juga: Pedagang Jamu Tewas di Rumah Kontrakan, Polisi: Hidup Sebatang Kara
Selain menjalankan aktivitas sebagai pedagang jamu, Mbah selalu pergi terapi ke Kelapa Gading serta ikut pengajian.
Tidak sendiri, Mbah pergi bersama salah satu warga setempat yang juga ikut terapi di tempat yang sama.
Keduanya melesat dari Semper Barat ke Kelapa Gading menggunakan sepeda motor.
"Kadang saya suka tanya, 'Mbah, memangnya Mbah sakit apa?', 'jantung, Bu RT. Namanya sudah tua, Bu RT. Iya, yang namanya sudah lansia, pasti ada saja penyakit. Ya terutama itu, dia sering rajin terapi," kata Juariah yang juga merupakan istri Ketua RT setempat.
"Ya itu, yang saya tahu dia juga darah tinggi. Terutama jantung. Dia soalnya kalau terapi, bilangnya suka sesak dadanya. Awal terapi, bilangnya enakan. Tapi, pas ke sini, katanya enggak ada perubahan," ujar Juariah lagi.
Baca juga: Tempat Tinggalnya di Gang Royal Ikut Dibongkar, Nenek Sebatang Kara Dapat Kontrakan Baru
Selain terapi dan rajin mengikuti pengajian, Mbah hanya berdiam di rumah kontrakannya atau sekedar berbincang dengan tetangga.
Obrolan ngalor-ngidul kerap kali mereka lakukan di selasar rumah kontrakan. Bangku jongkok kayu berwarna cokelat selalu digunakan Mbah.
Sambil memasak menggunakan kompor minyak tanah, perbincangan ringan antar Mbah dan tetangga rumah kontrakan mengalir seiring waktu berputar.
"Duduknya di depan pintunya pakai bangku jongkok. Itu punya dia banget. Dia, pasti di situ, di depan kontrakan sambil nyalain kompor. Dia kan enggak berani pakai gas kalau masak, makanya pakai kompor minyak tanah. Ah saya merinding," imbuh Yuli sambil tengkuknya karena bulu kuduk seketika berdiri.
Selama dua tahun tinggal di rumah kontrakan biru, Yuli mengaku tidak pernah melihat Mbah jatuh sakit.
Hanya saja, sesekali dia meminta bantuan tetangga untuk membeli obat ke apotek.
"Dia pernah sesekali titip obat, obat pusing di apotek. 'Yang kayak gini ya', gitu, sekali suruh saya. Tapi, dia enggak pernah minta antar ke mana, periksa, enggak, belum pernah sama sekali," ucap Yuli yang sudah 15 tahun tinggal di rumah kontrakan biru.