Dalam kesehariannya, Mbah selalu terbangun dari tidur pada pukul 02.00 WIB untuk menumbuk bahan baku jamu yang akan dijualnya.
Suara tumbukan nyaring terdengar sampai ke telinga Yuli, mengingat rumah kontrakannya hanya berjarak beberapa meter.
Setelah bahan-bahan siap, Mbah mulai berangkat dari rumah kontrakannya pukul 05.30 WIB.
Tidak lupa, ia selalu berpamitan dengan tetangga apabila terlihat di depan rumah kontrakan.
"Setelah pulang dari Pasar Rusun, dia balik ke kontrakan jam 10.00 WIB, dia masak. Kalau sudah kelar, dia istirahat, tidur di dalam," ujar Yuli.
"Nah. Kan dia dagangannya satu hari itu dua kali. Entar sore, dia bikin jamu lagi. Sehabis asar, dia berangkat lagi, pulang maghrib. Kayak begitu terus kesehariannya," lanjut Yuli.
Baca juga: Satu Keluarga Tewas dalam Kebakaran Maut di Koja
Selain menjalankan aktivitas sebagai pedagang jamu, Mbah selalu pergi terapi ke Kelapa Gading serta ikut pengajian.
Tidak sendiri, Mbah pergi bersama salah satu warga setempat yang juga ikut terapi di tempat yang sama.
Keduanya pergi dari Semper Barat ke Kelapa Gading menggunakan sepeda motor.
"Kadang saya suka tanya, 'Mbah, memangnya Mbah sakit apa?', 'jantung, Bu RT. Namanya sudah tua, Bu RT'. Iya, yang namanya sudah lansia, pasti ada saja penyakit. Ya terutama itu, dia sering rajin terapi," kata Juariah yang juga merupakan istri Ketua RT setempat.
"Ya itu, yang saya tahu dia juga darah tinggi. Terutama jantung. Dia soalnya kalau terapi, bilangnya suka sesak dadanya. Awal terapi, bilangnya enakan. Tapi, pas ke sini, katanya enggak ada perubahan," imbuh dia.
Baca juga: Tak Ditahan, Pelajar yang Terlibat Teror Bom Palsu di Koja Trade Mall hanya Dikenai Wajib Lapor
Selain terapi dan rajin mengikuti pengajian, Mbah hanya berdiam di rumah kontrakannya atau sekadar berbincang dengan tetangga.
Obrolan ngalor-ngidul kerap kali mereka lakukan di selasar rumah kontrakan. Bangku jongkok kayu berwarna cokelat selalu digunakan Mbah.
Sambil memasak menggunakan kompor minyak tanah, perbincangan ringan antara Mbah dan tetangga rumah kontrakan mengalir seiring berjalannya waktu.
"Duduknya di depan pintunya pakai bangku jongkok. Itu punya dia banget. Dia, pasti di situ, di depan kontrakan sambil nyalain kompor. Dia kan enggak berani pakai gas kalau masak, makanya pakai kompor minyak tanah. Ah, saya merinding," imbuh Yuli sambil mengusap tengkuknya.