Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Kamisan Sudah 17 Tahun Berlalu, Kapan Keadilan Itu Datang?

Kompas.com - 19/01/2024, 06:30 WIB
Larissa Huda

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah 17 tahun berlalu, keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat menggelar aksi Kamisan demi menuntut keadilan di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.

Mereka terus menagih pertanggungjawaban negara untuk menghadirkan keadilan atas kasus-kasus kejahatan kemanusiaan yang selama puluhan tahun dibiarkan tanpa penyelesaian.

“Sampai saat ini, menjelang pemilu, tidak ada satu pun yang dituntaskan oleh negara,” kata seorang perempuan melalui pengeras suara di depan Istana Negara, Kamis (18/1/2024).

Baca juga: 17 Tahun Aksi Kamisan, Anies: Mudah-mudahan Kita Bisa Selesaikan Satu-satu

Pada aksi kali ini, partisipan Aksi 17 Tahun Kamisan kompak menggunakan pakaian serba hitam.

Mereka juga memakai payung hitam bertuliskan, “Tragedi Talangsari 7 Februari 1989”, “Penculikan Aktivis 1997-1998”, “Tragedi Semanggi I 13 November 1998”, “Tragedi Mei ‘98 13-15 Mei 1998”, “Penembakan Misterius 1982-1985”, pelanggaran HAM berat yang lain.

Mereka hanya berdiam tanpa mengeluarkan satu kata sedikit pun. Hal tersebut sebagai bentuk negara yang hanya diam begitu saja. Selain itu, mereka juga menggunakan penutup mata berwarna hitam.

Kapan keadilan itu datang?

Seorang aktivis dan pejuang HAM di Indonesia, Munir, menjadi salah satu korban pelanggaran HAM berat yang dilakukan pada rezim masa lalu. Ia dibunuh di dalam pesawat pada 7 September 2004.

Baca juga: Diserukan Tiap Aksi Kamisan, Ini 17 Kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Sang istri, Suciwati, selalu setia menyuarakan keadilan demi suaminya. Hatinya pilu karena Aksi Kamisan yang ia lakoni sudah menginjak tahun ke-17.

Bagi dia, Aksi Kamisan yang sampai belasan tahun berlalu itu menunjukkan hal yang sangat memprihatinkan bagi bangsa Indonesia.

Sebab, artinya negara belum mempertanggungjawabkan pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk kasus Munir.

17 tahun Aksi Kamisan ini sebetulnya hal yang memprihatinkan ya. Karena, kasus-kasus kami belum sama sekali dibawa ke pengadilan. Dan kalaupun ada, selalu dikalahkan,” kata Suciwati, kemarin.

Suciwati menilai bahwa impunitas terhadap para terduga bekerja sangat luar biasa sehingga Aksi Kamisan masih digelar sampai hari ini.

Baca juga: Istri Munir: 17 Tahun Aksi Kamisan, Hal yang Memprihatikan

Terus dikhianati

Setiap lima tahun sekali, Suciwati mengatakan, para calon presiden (capres) berjanji menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu.

Tapi, yang mereka dapatkan hanyalah pengkhianatan. Para korban pelanggaran HAM hanya dijadikan alat mendulang suara.

"Kami hanya dipakai oleh siapa pun capres dan kemudian jadi presiden lalu mengkhianati janji-janji mereka sendiri. Itu yang terjadi hari ini,” ucap Suciwati.

Bagi Sumarsih, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengkhianati reformasi.

“Kenyataannya, Presiden Jokowi mengkhianati Reformasi 98, yang salah satu tuntutannya adalah berantas nepotisme. Justru, di penghujung pemerintahan Pak Jokowi, (dia) membangun politik dinasti,” ucap Sumarsih.

Padahal, kata Sumarsih, Jokowi pernah mengaku bahwa dia lahir dari reformasi.

Baca juga: 15 Tahun Aksi Kamisan: Harapan Itu Sebetulnya Sudah Sirna, Kami Berkali-kali Dibohongi

Di penghujung pemerintahan Jokowi yang tersisa beberapa bulan lagi, Sumarsih meminta agar Presiden RI menindaklanjuti pelanggaran HAM berat di masa lalu secara yudisial. 

Di penghujung pemerintahan Jokowi yang tersisa beberapa bulan lagi, Sumarsih meminta agar Presiden RI menindaklanjuti pelanggaran HAM berat di masa lalu secara yudisial.

"Kami menolak penyelesaian secara non-yudisial. Nah, masih ada peluang bagi kami, keluarga korban, agar di penghujung pemerintahan Presiden Jokowi ini memberikan tugas kepada Jaksa Agung,” tutur Sumarsih.

“Yaitu pembentukan tim penyidik Ad Hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat,” lanjutnya.

Akan terus ada

Maria Katarina Sumarsih memastikan akan tetap memperjuangkan keadilan untuk anaknya, Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan.

Baca juga: 17 Tahun Aksi Kamisan Digelar di Seberang Istana Merdeka, Bertahan untuk Berjuang Cari Keadilan

Salah satu perjuangan Sumarsih yang sampai saat ini berlangsung adalah Aksi Kamisan. Katanya, gerakan tersebut akan terus ada sampai akhir hayatnya.

“Sepanjang Tuhan masih menganugerahi nyawa dan kesehatan, saya akan terus melakukan sesuatu,” kata Sumarsih

“Entah berupa apa saja, termasuk Aksi Kamisan untuk melanjutkan perjuangan Wawan dan kawan-kawan yang belum selesai. Iya (sampai akhir hayat),” ucapnya lagi.

Meski begitu, Sumarsih menegaskan Aksi Kamisan ini bukan hanya perihal Wawan, tetapi juga mereka yang menjadi korban atas kejahatan di masa lalu.

“Saya mencintai Wawan dan ketika saya mencintai Wawan, Wawan juga cinta saya. Tetapi, duka cita saya bertransformasi pada cinta terhadap sesama," ungkap Sumarsih.

Baca juga: Sumarsih: Sepanjang Tuhan Masih Menganugerahi Nyawa, Aksi Kamisan Tetap Ada

"Artinya, yang saya perjuangkan tidak hanya menuntut pertanggungjawaban bagi Wawan, tetapi juga yang lain,” ujar dia lagi.

Untuk diketahui, Wawan merupakan korban penembakan saat Tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998.

Awal mula

Pada 17 tahun yang lalu, Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggagas aksi rutin yang digelar setiap Kamis.

Aksi tersebut menjadi wadah bagi korban dan keluarga korban kasus pelanggaran HAM masa lalu untuk menuntut keadilan.

Baca juga: 17 Tahun Aksi Kamisan: Antara HAM dan Moralitas Hukum

Gagasan soal Aksi Kamisan itu dicetuskan oleh Maria Katarina Sumarsih dan Suciwati, istri almarhum pejuang HAM Munir.

Dalam rapat JSKK, Sumarsih mengusulkan payung sebagai simbol yang digunakan saat aksi.

Kemudian Suciwati memberikan ide pakaian peserta aksi yang serba hitam, sebagai lambang keteguhan dalam mencintai manusia.

Aksi Kamisan terinspirasi dari Ibu-ibu Plaza de Mayo yang melakukan aksi damai untuk memprotes penghilangan dan pembunuhan anak-anak mereka oleh Junta Militer Argentina.

Seperti halnya ibu-ibu Plaza de Mayo, Sumarsih dan JSKK menggelar aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, yang dianggap sebagai simbol kekuasaan.

Baca juga: 17 Tahun Aksi Kamisan, Perjuangan Tanpa Lelah Menuntut Keadilan

Aksi tersebut digelar dari pukul 16.00 hingga 17.00 WIB. Aksi itu digelar pertama kali pada Kamis, 18 Januari 2007, dengan nama Aksi Diam.

Sumarsih bersama kawan-kawan JSKK datang di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, sambil membawa payung hitam.

(Tim Redaksi : Baharudin Al Farisi, Jessi Carina, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com