Salin Artikel

Aksi Kamisan Sudah 17 Tahun Berlalu, Kapan Keadilan Itu Datang?

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah 17 tahun berlalu, keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat menggelar aksi Kamisan demi menuntut keadilan di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.

Mereka terus menagih pertanggungjawaban negara untuk menghadirkan keadilan atas kasus-kasus kejahatan kemanusiaan yang selama puluhan tahun dibiarkan tanpa penyelesaian.

“Sampai saat ini, menjelang pemilu, tidak ada satu pun yang dituntaskan oleh negara,” kata seorang perempuan melalui pengeras suara di depan Istana Negara, Kamis (18/1/2024).

Pada aksi kali ini, partisipan Aksi 17 Tahun Kamisan kompak menggunakan pakaian serba hitam.

Mereka juga memakai payung hitam bertuliskan, “Tragedi Talangsari 7 Februari 1989”, “Penculikan Aktivis 1997-1998”, “Tragedi Semanggi I 13 November 1998”, “Tragedi Mei ‘98 13-15 Mei 1998”, “Penembakan Misterius 1982-1985”, pelanggaran HAM berat yang lain.

Mereka hanya berdiam tanpa mengeluarkan satu kata sedikit pun. Hal tersebut sebagai bentuk negara yang hanya diam begitu saja. Selain itu, mereka juga menggunakan penutup mata berwarna hitam.

Kapan keadilan itu datang?

Seorang aktivis dan pejuang HAM di Indonesia, Munir, menjadi salah satu korban pelanggaran HAM berat yang dilakukan pada rezim masa lalu. Ia dibunuh di dalam pesawat pada 7 September 2004.

Sang istri, Suciwati, selalu setia menyuarakan keadilan demi suaminya. Hatinya pilu karena Aksi Kamisan yang ia lakoni sudah menginjak tahun ke-17.

Bagi dia, Aksi Kamisan yang sampai belasan tahun berlalu itu menunjukkan hal yang sangat memprihatinkan bagi bangsa Indonesia.

Sebab, artinya negara belum mempertanggungjawabkan pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk kasus Munir.

“17 tahun Aksi Kamisan ini sebetulnya hal yang memprihatinkan ya. Karena, kasus-kasus kami belum sama sekali dibawa ke pengadilan. Dan kalaupun ada, selalu dikalahkan,” kata Suciwati, kemarin.

Suciwati menilai bahwa impunitas terhadap para terduga bekerja sangat luar biasa sehingga Aksi Kamisan masih digelar sampai hari ini.

Terus dikhianati

Setiap lima tahun sekali, Suciwati mengatakan, para calon presiden (capres) berjanji menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu.

Tapi, yang mereka dapatkan hanyalah pengkhianatan. Para korban pelanggaran HAM hanya dijadikan alat mendulang suara.

"Kami hanya dipakai oleh siapa pun capres dan kemudian jadi presiden lalu mengkhianati janji-janji mereka sendiri. Itu yang terjadi hari ini,” ucap Suciwati.

Bagi Sumarsih, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengkhianati reformasi.

“Kenyataannya, Presiden Jokowi mengkhianati Reformasi 98, yang salah satu tuntutannya adalah berantas nepotisme. Justru, di penghujung pemerintahan Pak Jokowi, (dia) membangun politik dinasti,” ucap Sumarsih.

Padahal, kata Sumarsih, Jokowi pernah mengaku bahwa dia lahir dari reformasi.

Di penghujung pemerintahan Jokowi yang tersisa beberapa bulan lagi, Sumarsih meminta agar Presiden RI menindaklanjuti pelanggaran HAM berat di masa lalu secara yudisial. 

Di penghujung pemerintahan Jokowi yang tersisa beberapa bulan lagi, Sumarsih meminta agar Presiden RI menindaklanjuti pelanggaran HAM berat di masa lalu secara yudisial.

"Kami menolak penyelesaian secara non-yudisial. Nah, masih ada peluang bagi kami, keluarga korban, agar di penghujung pemerintahan Presiden Jokowi ini memberikan tugas kepada Jaksa Agung,” tutur Sumarsih.

“Yaitu pembentukan tim penyidik Ad Hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat,” lanjutnya.

Akan terus ada

Maria Katarina Sumarsih memastikan akan tetap memperjuangkan keadilan untuk anaknya, Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan.

Salah satu perjuangan Sumarsih yang sampai saat ini berlangsung adalah Aksi Kamisan. Katanya, gerakan tersebut akan terus ada sampai akhir hayatnya.

“Sepanjang Tuhan masih menganugerahi nyawa dan kesehatan, saya akan terus melakukan sesuatu,” kata Sumarsih

“Entah berupa apa saja, termasuk Aksi Kamisan untuk melanjutkan perjuangan Wawan dan kawan-kawan yang belum selesai. Iya (sampai akhir hayat),” ucapnya lagi.

Meski begitu, Sumarsih menegaskan Aksi Kamisan ini bukan hanya perihal Wawan, tetapi juga mereka yang menjadi korban atas kejahatan di masa lalu.

“Saya mencintai Wawan dan ketika saya mencintai Wawan, Wawan juga cinta saya. Tetapi, duka cita saya bertransformasi pada cinta terhadap sesama," ungkap Sumarsih.

"Artinya, yang saya perjuangkan tidak hanya menuntut pertanggungjawaban bagi Wawan, tetapi juga yang lain,” ujar dia lagi.

Untuk diketahui, Wawan merupakan korban penembakan saat Tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998.

Awal mula

Pada 17 tahun yang lalu, Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggagas aksi rutin yang digelar setiap Kamis.

Aksi tersebut menjadi wadah bagi korban dan keluarga korban kasus pelanggaran HAM masa lalu untuk menuntut keadilan.

Gagasan soal Aksi Kamisan itu dicetuskan oleh Maria Katarina Sumarsih dan Suciwati, istri almarhum pejuang HAM Munir.

Dalam rapat JSKK, Sumarsih mengusulkan payung sebagai simbol yang digunakan saat aksi.

Kemudian Suciwati memberikan ide pakaian peserta aksi yang serba hitam, sebagai lambang keteguhan dalam mencintai manusia.

Aksi Kamisan terinspirasi dari Ibu-ibu Plaza de Mayo yang melakukan aksi damai untuk memprotes penghilangan dan pembunuhan anak-anak mereka oleh Junta Militer Argentina.

Seperti halnya ibu-ibu Plaza de Mayo, Sumarsih dan JSKK menggelar aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, yang dianggap sebagai simbol kekuasaan.

Aksi tersebut digelar dari pukul 16.00 hingga 17.00 WIB. Aksi itu digelar pertama kali pada Kamis, 18 Januari 2007, dengan nama Aksi Diam.

Sumarsih bersama kawan-kawan JSKK datang di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, sambil membawa payung hitam.

https://megapolitan.kompas.com/read/2024/01/19/06300051/aksi-kamisan-sudah-17-tahun-berlalu-kapan-keadilan-itu-datang

Terkini Lainnya

Pemprov DKI Diminta Bina Juru Parkir Liar agar Punya Pekerjaan Layak

Pemprov DKI Diminta Bina Juru Parkir Liar agar Punya Pekerjaan Layak

Megapolitan
Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Megapolitan
Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Megapolitan
Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Megapolitan
Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Megapolitan
Polisi Akan Bantu Dishub Tertibkan Juru Parkir Liar di Jakarta

Polisi Akan Bantu Dishub Tertibkan Juru Parkir Liar di Jakarta

Megapolitan
Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra Tetap Akan Usung Kader di Pilkada DKI 2024

Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra Tetap Akan Usung Kader di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Prabowo Belum Bahas Isu Penambahan Menteri di Kabinetnya

Prabowo Belum Bahas Isu Penambahan Menteri di Kabinetnya

Megapolitan
Berantas Jukir Liar, DPRD Usul Pemprov DKI-Minimarket Kerja Sama

Berantas Jukir Liar, DPRD Usul Pemprov DKI-Minimarket Kerja Sama

Megapolitan
Bulan Depan, Gerindra Akan Umumkan Nama yang Diusung untuk Pilgub DKI

Bulan Depan, Gerindra Akan Umumkan Nama yang Diusung untuk Pilgub DKI

Megapolitan
Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Megapolitan
Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu 'Ferguso'!

Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu "Ferguso"!

Megapolitan
Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Megapolitan
Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Megapolitan
DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke