JAKARTA, KOMPAS.com - Sisca Rumondor (58) tampil beda dengan kebaya hitamnya saat ikut demo di depan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024).
Selain berkebaya, ia mengangkat sebuah sapu lidi. Sementara, tangannya yang lain memegang sebuah poster bertuliskan "Aparat Bawa Pentungan, Kami Bawa Sapu Lidi. Berbuat Kasar pada Perempuan... Akan Kami Gebuk".
Saat dihampiri Kompas.com, Sisca menjelaskan, ada banyak arti dari sapu lidi.
Baca juga: Demo di KPU, Massa Bakar Sampah Sambil Bawa Banner Jokowi Biang Kecurangan
Salah satunya adalah simbol perlawanan terhadap aparat kepolisian yang diduga melakukan kekerasan pada pedemo perempuan saat beraksi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (19/3/2024) malam.
"Kami aksi damai, tidak membawa senjata sebutirpun. Tapi, aparat memukul mundur dengan kekerasan," ujar Sisca kepada Kompas.com.
Sisca bercerita, kawannya yang bernama Rena (50) terjatuh dan mengaku terinjak-injak oleh aparat saat aksi.
Saat ini, Rena dikabarkan tengah dirawat di Rumah Sakit Pelni.
"Kami tidak terima. Menyatakan aspirasi adalah hak seluruh bangsa. Tidak bisa dengan kekerasan, apalagi kepada perempuan. Saya sebagai ibu sangat tidak terima," ujar wanita dengan dua anak dan satu cucu itu.
Selain itu, sapu lidi juga melambangkan membersihkan. Sisca berpendapat, sapu lidi seolah perlambangan untuk membersihkan yang kotor di negara ini.
"Proses (Pemilu) yang kotor, pemerintah yang kotor. Sapu bersih cukup dengan sapu lidi. Untuk satu Indonesia siap membersih," ujar dia.
Selain itu, sebuah lidi yang berdiri sendiri tidak berarti apa-apa. Namun, jika sudah bersatu dengan lidi lain maka akan menjadi kuat.
"Itu sebabnya saya mengajak ibu-ibu hadir membawa 'senjata' cukup dengan sapu lidi," ujar Sisca.
Selain membawa untuk dirinya sendiri, Sisca membagi-bagikan sapu lidi untuk wanita-wanita lain. Ia merogoh kocek sebesar Rp 300.000 untuk membeli sapu lidi di Pasar Manggarai, Jakarta Selatan.
"Ini satu ikatnya Rp 15.000. Saya enggak tahu deh dapet berapa itu Rp 300.000," celetuk dia sambil tersenyum.
Wanita yang tergabung ke dalam komunitas Bunda Milenial itu berharap, tidak ada lagi kekerasan oleh oknum aparat, terutama kepada perempuan.
"Saya protes dengan perlakuan aparat tadi malam kepada perempuan," imbuh dia.
Sebagai informasi, polisi memukul mundur pengunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Selasa (19/3/2024).
Baca juga: Berbeda dengan Polisi, Panitia Demo di Depan DPR Sebut 47 Orang Ditangkap dan Belum Kembali
Pengamatan Kompas.com, situasi sudah mulai tidak kondusif sekitar pukul 20.00 WIB. Massa membakar spanduk sembari menggoyang-goyangkan pagar gedung wakil rakyat itu.
Mereka meminta agar diperkenankan masuk untuk mengemukakan pendapat terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Tidak beberapa lama kemudian, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes (Pol) Susatyo Purnomo Condro meminta pedemo untuk membubarkan diri dengan pengeras suara.
Mendengar imbauan itu, massa tidak terima dan pusat perhatian mereka beralih ke arah barikade pagar hitam yang membentang dari gerbang gedung DPR/MPR hingga ke pagar Tol Dalam Kota.
Kapolres kemudian memerintahkan pasukan Sabhara yang dilengkapi helm, tameng, dan pentungan untuk berdiri di depan barikade pagar besi. Posisi mereka berhadap-hadapan dengan pedemo.
Mereka diperintahkan untuk maju selangkah demi selangkah sehingga memaksa massa mundur ke arah Semanggi.
Saat inilah situasi bertambah ricuh. Beberapa orang di antara kerumunan melempar botol plastik, kayu, dan sejenisnya ke arah polisi.
Polisi berbaju preman kemudian berupaya menyergap beberapa orang yang diduga melempar aneka benda itu. Massa sontak berhamburan ke arah Semanggi.
Baca juga: Seorang Ibu Disebut Dianiaya Polisi saat Demo Ricuh di Gedung DPR RI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.