TANGERANG, KOMPAS.com - Pemilik warung sembako bernama Subaidi (32) tak menampik bahwa banyak orang di kampung halamannya yang menganggap bahwa dirinya punya banyak uang karena bekerja di Jakarta dan daerah penyangga Ibu Kota.
Anggapan itu muncul saat Subaidi baru saja tiba di kampung halamannya, yakni Sumenep, Madura, Jawa Timur, usai merantau.
“Iya, pasti itu (dianggap punya banyak uang). Setiap orang yang bekerja di Jakarta atau daerah yang dekat Jakarta, persepsi orang anggapannya begitu (punya banyak uang),” kata Subaidi saat ditemui Kompas.com di Terminal Pondok Cabe, Pondok Cabe Udik, Pamulang, Tangerang Selatan, Rabu (17/4/2024).
Baca juga: “Lama di Tanah Perantauan, Masa Pulang Kampung Enggak Bawa Oleh-oleh?”
Namun, anggapan tersebut bersifat subjektif. Sebab, Subaidi harus banting tulang di tanah perantauan sebelum akhirnya mempunyai warung sembako Madura.
"Faktanya belum tentu, banting tulang, utang-utang sama saudara," kata Subaidi sambil tertawa.
Sejak 2017, pria yang mempunyai gelar strata satu dari salah satu Universitas di Malang, Jawa Timur, itu memutuskan untuk merantau ke Jakarta Barat.
Selama satu tahun lebih, dia menjadi penjaga warung sembako Madura milik saudaranya.
Dalam periode waktu tersebut juga, Subaidi mengumpulkan uang dari upahnya sebagai penjaga warung sampai akhirnya ia punya warung sembako Madura sendiri di wilayah Pondok Petir, Bojongsari, Depok, Jawa Barat.
Kini, Subaidi mempunyai anak buah yang merupakan saudaranya sendiri.
Mengenai anggapan punya banyak uang, Subaidi tak ingin ambil pusing. Dia hanya bisa tersenyum dan mengaminkan anggapan tersebut.
Meski demikian, Subaidi mengungkapkan bahwa ada juga orang yang memiliki persepsi baik terhadap para perantau asal Madura yang bekerja di Jakarta. Salah satunya adalah membuka lapangan pekerjaan.
“Sebenarnya, persepsinya mayoritas sih bagus. Soalnya, dengan adanya usaha warung sembako, di mana lapangan pekerjaan sempit, kita (warga Madura), tahu sendiri kalau Warung Madura, Jabodetabek penuh,” ujar Subaidi.
“Alhamdulillah, untuk anak-anak, terutama buat yang pengangguran. Sangat jadi solusi,” ucap Subaidi melanjutkan.
Adapun Subaidi dan kakaknya, Jahrani (44), bersama dua saudaranya yang lain baru bisa mudik ke Sumenep pada hari ini. Sebab, mereka menunggu anak buah masing-masing yang baru tiba di tanah perantauan dua hari lalu.
Setelah satu tahun mengais rezeki di Pondok Petir, Subaidi tak enak hati apabila pulang ke kampung halaman tidak membawa buah tangan.
Dengan begitu, dia menyiapkan berbagai macam oleh-oleh untuk saudara di Sumenep.
“Tapi ini selama di (tanah) perantauan, masa pulang dengan tangan kosong? Otomatis, kalau di kampung kan, banyak tetangga yang datang. Paling tidak, adalah (oleh-oleh) buat mereka,” ungkap Subaidi.
Baca juga: Puas Mudik Naik Kereta, Pemudik Soroti Mudahnya Reschedule Jadwal Keberangkatan
Meski Hari Raya Idul Fitri sudah lewat satu pekan, suasana Lebaran di kampung halaman Subaidi, katanya, masih terasa.
“Kalau masalah bagi-bagi begitu, bukan karena THR saja. Karena baru dari Jakarta, buat oleh-oleh, bukan istilah THR. Ya bagi-bagi saja,” timpal Jahrani.
Menurut Subaidi, kegiatan bagi-bagi oleh-oleh orang perantau yang baru tiba di kampung halaman merupakan kegiatan yang wajar.
“Kalau baru pulang dari perantauan, terus kita tidak bawa oleh-oleh, kayak gimana gitu, istilahnya tidak enak,” ucap Subaidi.
Saat ditanya apakah dia akan malu apabila pulang kampung dengan tangan kosong, Subaidi membantahnya.
“Malu sih enggak, cuma enggak enak saja sih sama tetangga. Apalagi statusnya kan sudah punya warung sendiri,” ujar Subaidi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.