Kemudian, lembaga legislatif yang juga terus dilemahkan. Dan, kini, lembaga pers.
Tidak sampai di sana, Bayu mengatakan, skenario selanjutnya juga mulai dilaksanakan. Salah satunya, dengan upaya untuk menaikkan uang kuliah tunggal (UKT).
“Karena biayanya tinggi, maka yang masuk ke kampus adalah mahasiswa-mahasiswa golongan tertentu yang mungkin tidak kritis pada pemerintahan sekarang,” lanjutnya.
Beberapa jam setelah aksi unjuk rasa digelar, anggota Komisi I DPR, M Farhan, yang turut terlibat dalam proses pembahasan revisi UU Penyiaran menemui massa.
Kader Partai Nasdem ini menyatakan, dirinya mendukung penuh kebebasan pers dan kebebasan berekspresi masyarakat.
Meski demikian, Farhan mengaku tidak bisa serta merta membatalkan atau menghentikan proses pembahasan revisi UU Penyiaran yang tengah berlangsung di DPR.
“Kalau saya anggota DPR satu-satunya, saya berhentiin semuanya. Tapi, ada 580 orang yang mewakili 580 kepentingan. Masing-masing punya kepentingan. Dan, dalam alam demokrasi semua kepentingan harus ditampung,” ucap Farhan saat menemui massa.
Baca juga: Demo Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI Tegaskan Jurnalisme Investigatif Tak Berdampak Buruk
Farhan menjelaskan, pembahasan revisi UU Penyiaran dilakukan mengikuti perubahan kluster dalam Undang-undang Cipta Kerja. Menurutnya, jika induk suatu peraturan diubah, peraturan yang mengikuti juga harus menyesuaikan.
Menjawab gejolak penolakan yang ada, Farhan menegaskan, pintu revisi masih terbuka lebar. Namun, saat ini, DPR masih memperhitungkan apakah agenda pembahasan UU Penyiaran akan jatuh dalam kewenangan anggota DPR periode ini atau merupakan hak dari pemerintahan selanjutnya.
“Secara teknis, begitu pintu revisi dibuka maka apa pun bisa masuk bisa keluar,” lanjutnya.
Pada saat bersamaan, Farhan tidak menampik bahwa ada pihak-pihak yang menginginkan agar media dapat dikontrol dan dikendalikan.
“Tetapi, jangan salah, ada juga yang ngajak agar supaya media dan pers dikontrol lagi seperti zaman dulu, ada. Enggak salah itu,” ucap Farhan.
Kendati demikian, Farhan enggan menyebutkan siapa tokoh yang mengemukakan pendapat tersebut.
“Enggak tahu saya, juga enggak tahu siapa yang masukin pasal itu. Apa pun alasan mereka, mereka ingin memastikan bahwa ada kendali atau pengontrolan terhadap media,” ungkap Farhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.