Industri di dalam gang kecil
Suasana di gang itu bisa disebut sepi. Hampir tak ada warga sama sekali yang duduk di sisi gang. Isinya hanya sepeda motor yang terparkir di halaman rumah.
Sesekali, ada pengendara motor yang melintas membawa gundukkan kain di belakangnya. Pengendara motor tersebut berhenti di depan rumah konfeksi dengan pagar berkelir biru.
Baca juga: Saking Padatnya Permukiman Gang Venus, Sinar Matahari Tidak Masuk
Rumah konfeksi ini milik seorang pria paruh baya bernama Basuki (54).
Basuki yang memakai kaos berwarna merah ini, membantu pengendara motor untuk melepaskan tali yang terikat pada gundukkan kain di belakang motor.
Rumah Basuki tampak menanjak dari gang menuju ke dalam. Dengan perlahan, ia membawa ke dalam rumahnya.
Tak lama kemudian, seorang perempuan yang merupakan karyawannya membantu Basuki menopang tumpukkan kain itu, dan memasukkan ke dalam rumah.
Basuki kembali ke depan dan menyambut kedatangan Kompas.com ke lokasi.
Sembari tersenyum, Basuki mengajak masuk untuk melihat kegiatan usaha konfeksi yang ia geluti selama 10 tahun lamanya.
Baca juga: Semua Rumah Konfeksi di Gang Venus Kini Siaga APAR
Ketika masuk ke dalam ruangan sebesar kurang lebih 10×7 meter itu, atmosfernya terasa berbeda dengan yang ada di luar gang.
Ada empat perempuan yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Ada yang melipat baju, membungkus baju, ada yang ingin menghitung, dan ada yang menyetrika.
Namun, Basuki juga terlihat memiliki lantai dua di rumah konfeksinya. Sayangnya, Kompas.com tidak bisa naik ke bagian atas.
Tatapan para pekerja di rumah ini terlihat tajam seperti sedang mengerjakan soal ujian nasional yang sangat rumit.
Mereka dengan tekun menjahit satu demi satu kain untuk dijadikan pakaian.
Basuki pun mondar-mandir sama halnya seorang guru yang mengecek anak muridnya.
Baca juga: Peringati HUT DKI, Masuk Semua Tempat Rekreasi di Ancol Cuma Rp 150.000 pada 22 Juni 2024
Pegawai Basuki memang harus serius. Sebab, ada pesanan 5.000 lusin kaos polos yang sedang dikerjakan saat ini. Basuki mengerjakan pesanan itu untuk salah seorang yang ia sebut "bos".
Sistemnya, Basuki mendapat bayaran untuk membuat baju ini. Bahan-bahan juga disediakan oleh bosnya.
Tetapi, ia tidak menyebut berapa jumlah nominal pastinya.
Setelah itu, bos ini akan menjual hasil produksi baju kaos dari konfeksi milik Basuki.
"Kami dapat uang dari bos, jadi hanya dipercayakan untuk produksi. Dibayar 'putus'," kata dia.
Ternyata ada tiga bos yang membayar ongkos jahit ke Basuki, yakni di Jembatan Tiga, Asemka, dan Jelambar.
Karyawannya juga yang mengirim pesanan baju itu ke para bos.
"Jadi saya anter juga tidak tahu bos jual di mana. Pesanan dari bos langsung kerjakan," papar Basuki.
Basuki memiliki 12 orang karyawan pada usahanya.
Tugasnya pun berbeda-beda. Ada yang mengobras, ada yang menjahit, ada mengemas, melipat, ada yang menyetrika, dan kurir.
Semua pekerja itu merupakan masyarakat yang tinggal di kawasan ini.
"Semua anak daerah yang tinggal di sekitar sini," terang Basuki.
Jumlah pesanan baju yang datang ke rumah Basuki cukup fantastis. Salah satunya pada minggu ini yang mencapai 5.000 lusin.
Biasanya, satu minggu pesanannya hanya mencapai 700 lusin dari salah satu bos.
"Kalau 700 lusin dengan jasa jahit saja, saya dapat omzet kurang lebih Rp 15 juta," papar Basuki.
"Itu kotor belum gaji karyawan dan lain-lain," tambah dia.
Ada momen tertentu saat tiga bos Basuki meminta pesanan. Momen itu yakni menjelang puasa, lebaran, dan imlek.
Apalagi pada saat momen kampanye Pilpres 2024 kemarin. Hal itu diibaratkannya ketiban durian runtuh.
Basuki sampai kewalahan pada momen itu. Ia akhirnya menolak permintaan produksi, karena karyawannya tidak banyak.
"Itu sampai saya tolak karena kewalahan. Banyak sekali yang memesan," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.