Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Keblinger kalau Jokowi-Ahok Intervensi CSR"

Kompas.com - 23/07/2013, 08:55 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat ekonomi, Faisal Basri Batubara, mengatakan, corporate social responsibility atau CSR pada hakikatnya adalah kontribusi perusahaan dalam memenuhi hak masyarakat yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaannya. Oleh sebab itu, sebuah pemerintahan tidak boleh melakukan intervensi terhadap CSR.

"Keblinger kalau Pemprov DKI mengintervensi CSR. Jokowi-Ahok enggak boleh intervensi CSR Karena CSR bukan pajak, tapi wujud interaksi perusahaan kepada masyarakat," ujar Faisal saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/7/2013) malam.

Faisal menjelaskan, misalnya perusahaan otomotif. Perusahaan itu memiliki untung, tetapi berdampak kerugian bagi masyarakat, yakni gangguan kesehatan akibat emisi berlebih produk perusahaan itu. Pada aspek itulah, perusahaan wajib memenuhi kewajibannya membantu masyarakat yang terkena dampak negatif dari produk perusahaan.

Namun, lanjut Faisal, pemerintah kerap menyalahartikan bahwa CSR itu adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi layaknya pajak. Bahkan, ada beberapa pemerintah provinsi di Indonesia yang meminta perusahaan memberikan CSR bagi warga.

Kesalahan interpretasi itu, kata Faisal, bukan semata kesalahan pemerintah, melainkan ketidakjelasan di undang-undang, yakni Undang-Undang No 40 Tahun 2007, Pasal 74 Ayat 2 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan, Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

"Waktu UU itu dibahas, saya menentang karena berdampak negatif. CSR itu jangan diwajibkan. Okelah pun jika wajib, jangan ditambah kekisruhan dengan diintervensi atau disalurkan ke pemda. Ini bisa dibawa ke Mahkamah Agung," ujarnya.

Rentan Politisasi

Pria yang pernah bersaing bersama Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama di Pemilukada Jakarta 2012 lalu itu mengatakan, jika Pemprov DKI mengintervensi program CSR, dapat berbahaya bagi demokrasi. Sebab, program tersebut rawan politisasi untuk menguntungkan pihak incumbent.

"Pemda, gubernur-wakil gubernur, itu kan politisi, dari partai, jangan sampai dia minta CSR agar bisa memenuhi kepentingan partainya. Misalnya, program CSR hanya disalurkan ke konstituennya saja. Loh ini harus bebas dari politik," lanjut Faisal.

Pria yang masih aktif mengajar itu melanjutkan, yang semestinya dilakukan Pemprov DKI adalah sebatas konsultasi dengan perusahaan-perusahaan yang hendak memberikan program CSR-nya.

"Misalnya, Pemprov DKI tunjukkan program penataan taman lima tahun ke depan, taman mana aja. Pemprov bisanya taman A, B, C, D, nah CSR bangun yang H, I, J dan seterusnya, gitu," ujar Faisal.

Oleh sebab itu, mengingat program CSR itu rentan dipolitisasi oleh penguasa, selayaknya Pemprov DKI membuka secara transparan daftar perusahaan berapa jumlah dana yang diberikan ke warga beserta target CSR yang diproyeksikan yang sesuai dengan tagline Jokowi-Ahok, tranparansi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com