Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Taman Burung Pluit Tak Miliki Sertifikat Tanah

Kompas.com - 18/12/2013, 16:20 WIB
Dian Fath Risalah El Anshari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebagian warga Taman Burung Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, mengaku tidak memiliki sertifikat tanah karena tanah tersebut merupakan tanah garapan. Meski demikian, mereka tetap bertahan di lahan tersebut meski tempat tinggal mereka dibongkar.

Seorang warga bernama Susanto (49) mengatakan, selama ini ia tidak memiliki sertifikat lahan seluas 7x15 meter yang ia bangun untuk rumahnya. Dia mengklaim telah menghabiskan uang puluhan juta rupiah untuk membangun rumah.

"Memang tidak ada sertifikat, ada ya girik, tapi bangunan rumah saya itu juga harus diganti rugi dong," ujar Susanto kepada Kompas.com di Taman Burung, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (18/12/2013).

Pria yang sehari-hari bekerja serabutan di pelelangan ikan Muara Baru tersebut sudah menempati lahan tersebut sejak tahun 2000. Pria asal Yogyakarta tersebut tetap bersikukuh mendapatkan ganti rugi dari Pemerintah Provinsi DKI. Ia menilai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama tidak menjalankan isi Pasal 33 UUD 1945. Ia menyebutkan, sesuai pasal tersebut, bumi, air, dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Coba tolong deh Si Ahok (Basuki) sama Jokowi baca lagi pasal itu," ujar Susanto.

Hal senada juga diungkapkan Antoni (35). Ia tidak memiliki sertifikat tanah resmi dan hanya mempunyai surat girik dari penggarap lahan yang dulu ia beli. Bermodalkan surat itu, ia berharap ada uang ganti rugi rumahnya yang ia bangun hingga Rp 100 juta. Adapun uang tersebut, kata Antoni, akan ia gunakan untuk ongkos pulang kampung dan modal usaha.

"Rumah saya luasnya 8 x 12 meter. Kalau ada uang ganti rugi, saya mau pulang kampung saja, jadi petani," ujarnya.

Warga mengklaim telah mendirikan bangunan sejak tahun 1990-an. Kala itu Taman Burung tersebut masih berupa rawa. Pada 2008, tanah di lokasi tersebut diuruk oleh penggarap dan dijadikan lahan pertanian.

Seiring waktu berjalan, lantaran ada pembiaran dari pemerintah, warga berinisiatif membeli tanahnya ke penggarap tersebut. Nilainya bervariasi, ada yang Rp 3 juta, Rp 5 juta, atau Rp 10 juta, tergantung kesepakatan antara warga dan penggarap tersebut. Hingga akhirnya ratusan warga yang mayoritas dari luar Jakarta itu membangun permukiman.

Tak ada ganti rugi

Sementara itu, Heryanto selaku Koordinator Pelaksana Pascadarurat Banjir Waduk Pluit mengatakan, Pemprov DKI Jakarta tidak akan memberikan ganti rugi kepada warga. Pemprov DKI hanya menawarkan relokasi warga ke rumah susun.

Heryanto menyebutkan, pemerintah akan memberikan ganti rugi apabila mereka memiliki sertifikat atau surat kepemilikan tanah di lahan tersebut. Ia menyatakan bahwa tanah itu milik negara. "Saya juga tak bisa memaksa memaksa apabila warga tetap bertahan di Taman Waduk Pluit," kata dia.

Hingga kini, sebagian warga masih bertahan di masjid atau tenda darurat di sekitar lahan tersebut. Mereka tidak punya pilihan lain untuk tinggal selain di tempat itu. Mereka menunggu respons Jokowi dan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama untuk berdialog tentang nasib mereka.

Sementara itu, Basuki menyatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta sudah memberikan waktu selama setahun kepada warga di sana untuk mengosongkan lahan milik negara tersebut. Namun, warga malah menantang dan menolak dipindahkan rumah susun. Menurut Basuki, warga justru memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memolitisasi keadaan dengan memanfaatkan anak-anak dan kaum ibu untuk melawan para petugas penertiban.

Jokowi mengatakan, selama ini Pemprov DKI telah melakukan sosialisasi kepada warga sebelum melakukan pembongkaran rumah. Apa yang dilakukan petugasnya juga sangat manusiawi karena tidak ada praktik kekerasan saat melakukan aksi itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Megapolitan
STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

Megapolitan
Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Megapolitan
Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Megapolitan
Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Megapolitan
Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Megapolitan
Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Megapolitan
Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Megapolitan
Kemiskinan dan Beban Generasi 'Sandwich' di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Kemiskinan dan Beban Generasi "Sandwich" di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Megapolitan
Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com