Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tersandung PPDB "Online", Siswa Berprestasi Belum Dapat SMA

Kompas.com - 03/07/2014, 15:08 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lulus dari bangku SMP Bakti Mulya 400 dengan nilai memuaskan tidak membuat Adinda bisa mendapatkan SMA dengan mudah. Saat ini, nasibnya tak jelas karena kurangnya sosialisasi kebijakan Dinas Pendidikan DKI atas sistem zonasi Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPBD).

Kepada Kompas.com, ayah Adinda, Tantyo Bangun (45), menceritakan nasib anaknya yang memiliki nilai UN 36,80 dengan rata-rata 9,2, namun belum mendapat bangku sekolah hingga kini.

"Sekarang ratusan orangtua mengantre di Dinas Pendidikan untuk menuntut kejelasan. Kami tidak dapat mendaftar di PPDB online tahap kedua," kata Tantyo, Kamis (3/7/2014).

Bersama orangtua peserta didik lainnya, dia telah menunggu sejak pukul 07:00 WIB di Kantor Dinas Pendidikan. Namun, pegawai Dinas Pendidikan baru memberitahu musabab orangtua tidak bisa mendaftar di PPDB tahap kedua, atau tahap lokal, pada pukul 13:00. Alasannya, karena para orangtua maupun peserta didik tidak melaporkan diri atau mendaftar ulang pada tahap pertama, atau tahap umum.

Tantyo menjelaskan, anaknya gagal mendapat sekolah pilihannya, SMA 34 di PPDB tahap pertama. Saat itu, Adinda memilih SMA 34 Pondok Labu, SMA 70 Bulungan, dan SMA 47 Tanah Kusir. Adinda diterima di SMA 70, dan gagal diterima di SMA 34.

Karena alasan jarak antara rumah dan sekolah yang jauh, Adinda pun memutuskan tidak menerima hasil PPDB tahap pertama. Ia berharap dapat diterima di SMA 34 pada PPDB tahap kedua.

"Pikiran saya, kalau kita daftar ulang di PPDB tahap pertama, berarti kita menerima untuk sekolah di SMA 70. Makanya saya tidak lapor diri dan berharap bisa ikut di PPDB tahap kedua. Karena beda nilai anak saya dengan siswa terendah di SMA 34 itu hanya 0, sekian," kata Tantyo.

Adinda memilih SMA 34 karena satu zonasi dengan tempat tinggalnya, yakni di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Namun sayang, saat akan mendaftar PPDB online tahap kedua, Tantyo tidak bisa mendaftar. Hal ini disebabkan, karena ia tidak lapor diri atau daftar ulang di PPDB tahap pertama.

Ia bersama ratusan orang tua peserta didik pun kebingungan atas kebijakan Dinas Pendidikan ini. Seharusnya, lanjut Tantyo, Pemprov DKI mengutamakan penerimaan peserta didik baru lokal daripada umum. Sebab, ia masih mengingat betul pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang membuat kebijakan sistem zonasi PPDB ini. Sistem zonasi itu diterapkan sebagai upaya meminimalisir kemacetan ibu kota.

"Jadi bingung saya, kok antara kebijakan gubernur dan sistem pendidikannya beda. Katanya memprioritaskan yang penerimaan lokal, tapi implementasinya tidak ada. Justru penerimaan umum yang didahulukan," kata Tantyo.

"Walaupun nantinya, anak saya tetap tidak bisa diterima di SMA 34 karena ditolak sistem yang ada, saya bisa mendaftarkan dia ke sekolah swasta. Tapi, sampai saat ini, saya dan bersama ratusan orangtua akan tetap memperjuangkan anak kita ke sekolah negeri," tegas pria berusia 45 tahun itu.

PPDB online sistem zonasi mulai diterapkan pada 2013 lalu. PPDB tingkat SMA berdasarkan rayon, terdiri dari dua hingga lima kecamatan. PPDB SMA terbagi atas dua tahap yaitu jalur umum dan jalur lokal. PPDB online SMA Negeri juga terdiri atas jalur umum yang dialokasikan untuk lima persen jalur prestasi, lima presen luar provinsi DKI, 45 persen tinggal di provinsi DKI, dan 45 persen zona lokal atau rayon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tim Kuasa Hukum Keluarga Vina Akan Dampingi Linda Saat Diperiksa Polda Jabar

Tim Kuasa Hukum Keluarga Vina Akan Dampingi Linda Saat Diperiksa Polda Jabar

Megapolitan
3 ASN Ternate Beli Narkoba Rp 300.000 dari Seorang Perempuan

3 ASN Ternate Beli Narkoba Rp 300.000 dari Seorang Perempuan

Megapolitan
Komnas HAM Dorong Keluarga Vina Cirebon Dapat 'Trauma Healing'

Komnas HAM Dorong Keluarga Vina Cirebon Dapat "Trauma Healing"

Megapolitan
Transjakarta Tambah Layanan Rute Stasiun Klender-Pulogadung via JIEP

Transjakarta Tambah Layanan Rute Stasiun Klender-Pulogadung via JIEP

Megapolitan
Anggota Komisi I DPR Ungkap Ada Pihak yang Mau Media Bisa Dikontrol

Anggota Komisi I DPR Ungkap Ada Pihak yang Mau Media Bisa Dikontrol

Megapolitan
Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba yang Dipakai Tiga ASN Ternate

Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba yang Dipakai Tiga ASN Ternate

Megapolitan
Setubuhi Anak Tiri Berulang Kali, Seorang Pria di Jakpus Jadi Tersangka

Setubuhi Anak Tiri Berulang Kali, Seorang Pria di Jakpus Jadi Tersangka

Megapolitan
Tegaskan Tak Ada Bisnis Jual-Beli Kursi Sekolah, Disdik DKI: Tidak Ada 'Orang Dalam'

Tegaskan Tak Ada Bisnis Jual-Beli Kursi Sekolah, Disdik DKI: Tidak Ada "Orang Dalam"

Megapolitan
Warung Penjual Petasan di Rawamangun Terbakar, Diduga akibat Gas Bocor

Warung Penjual Petasan di Rawamangun Terbakar, Diduga akibat Gas Bocor

Megapolitan
Ahok Ditawari PDI-P Maju Pilkada Sumut ketimbang Jakarta, Pengamat: Kemungkinan karena Pernah Kalah di Pilkada DKI 2017

Ahok Ditawari PDI-P Maju Pilkada Sumut ketimbang Jakarta, Pengamat: Kemungkinan karena Pernah Kalah di Pilkada DKI 2017

Megapolitan
Mobil Terbakar di Parkiran Kampus Trisakti, Api Menyambar ke Gedung

Mobil Terbakar di Parkiran Kampus Trisakti, Api Menyambar ke Gedung

Megapolitan
PPDB SMA Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur, dan Jadwalnya

PPDB SMA Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur, dan Jadwalnya

Megapolitan
Demo Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI Tegaskan Jurnalisme Investigatif Tak Berdampak Buruk

Demo Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI Tegaskan Jurnalisme Investigatif Tak Berdampak Buruk

Megapolitan
Pemprov DKI Ingatkan ASN Jaga Komitmen Antikorupsi

Pemprov DKI Ingatkan ASN Jaga Komitmen Antikorupsi

Megapolitan
Ditawari PDI-P Jadi Calon Gubernur Sumatera Utara, Ahok Dijauhkan dari Pilkada Jakarta?

Ditawari PDI-P Jadi Calon Gubernur Sumatera Utara, Ahok Dijauhkan dari Pilkada Jakarta?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com