Warga yang tergabung dalam komunitas Masyarakat Peduli MRT mengatakan, bukti ketidaktransparanan itu, misalnya, Pemprov tak pernah menjelaskan rencana pembangunan MRT secara menyeluruh.
”Pemerintah Provinsi DKI hanya berbicara mengenai harga lahan. Tetapi, tak pernah menyinggung bagaimana dan untuk apa lahan akan dipakai,” kata Rully (37), pemilik lahan di Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Rully juga menuntut Pemprov mewujudkan janji membentuk tim kerja yang melibatkan warga dari berbagai latar belakang untuk memberi masukan terhadap proyek MRT.
Mahes (57), pemilik lahan di Kelurahan Cipete Utara, juga mengatakan hal senada. Menurut dia, sebelum berbicara mengenai pembebasan lahan, pemprov seharusnya menjelaskan dulu mengenai rencana proyek. Misalnya, penjelasan mengapa jalur MRT di Jalan Fatmawati, Jaksel, menggunakan jalur layang, bukan jalur bawah tanah.
”Selama ini tak ada penjelasan. Tiba-tiba di depan bangunan kami diberi tanda dan digali lubang untuk pembangunan,” katanya.
Di Jakarta Selatan, dari 612 bidang lahan yang akan dipakai, baru 240 yang sudah dibebaskan. Bidang lahan itu terbagi dalam 10 kelurahan. Wilayah Jakarta Selatan termasuk dalam proyek pembangunan MRT Tahap I (Lebak Bulus-Bundaran HI).
Belum sepakat
Win Waluyo (69), pemilik lahan di Kelurahan Cipete Selatan, mengatakan, ia belum sepakat lahannya dibeli Pemprov karena ada ketidaksesuaian pengukuran lahan. Berdasarkan sertifikat tanah, luas lahan milik Win 1.000 meter persegi. Namun, berdasarkan pengukuran petugas proyek MRT, luas lahannya hanya 600 meter persegi.
Ruben (76), warga lainnya, mengatakan, bersedia membebaskan lahannya di Kelurahan Pulo, asalkan sesuai dengan harga pasar. ”Perlu ada tim independen untuk menaksir harga jual lahan milik kami,” ujarnya.
Deputi Gubernur Bidang Transportasi Sutanto Soehodho mengatakan, pihaknya sudah cukup transparan dalam menjelaskan konsep pembangunan MRT. Sosialisasi pembangunan sudah dilakukan sejak pertama kali pemerintah merencanakan proyek.
Menurut dia, selama ini pihaknya juga sudah berusaha menuruti keinginan warga. ”Kalau kami membayar tanah sesuai harga pasar, apakah pemilik tanah juga mau membayar pajak sesuai harga pasar, bukannya sesuai dengan nilai jual obyek pajak?” kata Sutanto. (DNA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.