Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeritan Warga Kampung Apung

Kompas.com - 13/12/2014, 07:07 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah yang terjadi di kawasan RW 001 Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat alias Kampung Apung masih belum jelas penyelesaiannya sampai sekarang.

Warga pun sudah malas berkomentar saat ditanya tentang kelanjutan janji dari Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi yang akan mengeringkan dan memindahkan 3.810 makam terendam di Kampung Apung ke taman pemakaman umum (TPU) Tegal Alur.

"Belum ada kabar lagi dari pemda. Kami ingin tempat hidup yang layak," ujar Ketua RT 01 Rudi Suwandi singkat, kepada Kompas.com, Jumat (12/12/2014). Sebelum tidak ada kabar sama sekali dari pemerintah, Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi pernah menjanjikan penyelesaian pengerjaan di Kampung Apung, atau yang dulu bernama Kampung Teko, maksimal pada bulan Oktober.

Anas mengatakan bahwa saat itu, pemerintah tinggal menunggu ABT (anggaran belanja tambahan) turun. Adapun untuk mengurus ABT, kata Anas, dia sudah berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Menteri Dalam Negeri. [Baca: "Ahok Dong Tegur, Dananya Kok Belum Turun-turun"]

Meski demikian, sesudah lewat dari bulan Oktober, Kampung Apung masih terendam oleh banjir permanen. Masalah ini belum bisa diselesaikan pemerintah meski telah 27 tahun warga hidup dengan air yang sudah kotor, bau busuk, dan penuh sampah.

Pada 26 Maret 2014 lalu, untuk pertama kalinya pemerintah turun tangan dengan berbagai pihak membersihkan Kampung Apung. Ada puluhan orang yang ikut serta membersihkan eceng gondok dan mengeringkan lahan terendam di Kampung Apung saat itu.

Mereka adalah 30 orang petugas Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat, 30 orang petugas Suku Dinas Kebersihan Jakarta Barat, 40 personel Satpol PP Jakarta Barat, 10 anggota Polsek Cengkareng, dan 25 anggota TNI. [Baca: Relokasi Makam Kampung Apung Dijanjikan Rampung Oktober]

Dalam kesempatan itu juga, Anas menjanjikan bahwa air yang menutupi lahan makam di sana akan dikeringkan. Makam sendiri direncanakan untuk direlokasi ke tempat yang lebih layak. Selain itu, Anas juga mengungkapkan mau membuat empang di dekat lahan tersebut dan menyediakan pompa air untuk memompa air yang suatu saat bisa memenuhi kawasan itu.

Kerja keras tersebut hanya gencar di awal. Lewat dua hari setelahnya, kumpulan petugas itu tidak lagi kelihatan. Tanaman liar yang sempat dibersihkan lama kelamaan tumbuh lagi, dan kembali memenuhi area yang tadinya hampir bersih.

Masyarakat pun mempertanyakan kelanjutan janji itu, tetapi pemerintah hanya bisa memberikan alasan anggaran yang terbatas.

Hidup layak

Dengan mewakili keinginan warga di sana, Rudi mendambakan lingkungan yang bersih dan sehat. Menurut dia, selama ini, warga tidak ada yang mengeluh sudah hidup di tempat seperti itu. Warga pun dinilai sudah banyak berupaya agar tetap menciptakan tempat tinggal yang nyaman.

"Kita ada yang ternak lele, sebagian masih ada. Warga juga produksi (pupuk) kompos sendiri dari eceng gondok yang dikeringin," kata dia. Rudi dengan warga Kampung Apung, merasa tidak ada masalah sama sekali terhadap pemerintah meski pengerjaan tidak jelas kapan selesai, karena sebelum pemerintah berniat membantu, warga sudah terbiasa dengan kondisi di sana.

Dia sendiri sempat diberitahu bahwa pengerjaan di Kampung Apung akan benar-benar dilanjutkan pada tahun 2015. "Tetapi itu kan kabar anginnya saja," ucap Rudi. Sekitar 20 tahun lalu, di bawah lokasi kampung seluas enam hektar itu, ada beberapa kampung lain dan bentangan sawah.

Lokasi Kampung Apung saat itu memiliki permukaan tanah yang paling tinggi dibandingkan tempat di sekitarnya. Saat banjir datang, warga kampung lain mengungsi ke Kampung Apung. Karena tak tahan lagi, setiap tahun harus mengungsi ke Kampung Apung, warga di kampung tetangga memilih menjual tanah dan rumahnya kepada pengusaha dengan harga murah.

Pengusaha yang membeli pun kemudian mengeruk tanah hingga permukaannya jauh lebih tinggi dari permukaan tanah di Kampung Apung. Di atas tanah tersebut, didirikan gudang-gudang dan menjadi kawasan industri baru.

Saluran-saluran air pembuangan pun dibangun dengan tinggi dasar saluran melebihi permukaan tanah Kampung Apung. Alhasil, seluruh air kotor limbah industri mengalir ke Kampung Apung. Jika hujan datang, Kampung Apung banjir. Bahkan, di saat kemarau pun, genangan sering mampir ke kampung ini. Jadilah Kampung Apung sebagai rawa abadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 13 Mei 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 13 Mei 2024

Megapolitan
Yayasan SMK Lingga Kencana: Perpisahan di Luar Kota Disepakati Guru dan Siswa

Yayasan SMK Lingga Kencana: Perpisahan di Luar Kota Disepakati Guru dan Siswa

Megapolitan
Tawuran Pecah di Gang Bahari Jakut, 1 Korban Jarinya Nyaris Putus

Tawuran Pecah di Gang Bahari Jakut, 1 Korban Jarinya Nyaris Putus

Megapolitan
Dharma Pongrekun Serahkan Bukti Dukungan Cagub Independen ke KPU Jakarta

Dharma Pongrekun Serahkan Bukti Dukungan Cagub Independen ke KPU Jakarta

Megapolitan
Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 13 Mei 2024

Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 13 Mei 2024

Megapolitan
Pungli di Masjid Istiqlal Patok Tarif Rp 150.000, Polisi: Video Lama, Pelaku Sudah Ditangkap

Pungli di Masjid Istiqlal Patok Tarif Rp 150.000, Polisi: Video Lama, Pelaku Sudah Ditangkap

Megapolitan
Orangtua Korban Tragedi 1998 Masih Menunggu Anak-anak Pulang Sekolah...

Orangtua Korban Tragedi 1998 Masih Menunggu Anak-anak Pulang Sekolah...

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, Senin 13 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, Senin 13 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Peringati Tragedi Mei 1998, Peserta 'Napak Reformasi' Khusyuk Doa Bersama dan Tabur Bunga

Peringati Tragedi Mei 1998, Peserta "Napak Reformasi" Khusyuk Doa Bersama dan Tabur Bunga

Megapolitan
Diduga Bakal Tawuran, 33 Remaja yang Berkumpul di Setu Tangsel Dibawa ke Kantor Polisi

Diduga Bakal Tawuran, 33 Remaja yang Berkumpul di Setu Tangsel Dibawa ke Kantor Polisi

Megapolitan
Rute KA Dharmawangsa, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Dharmawangsa, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com