Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mesin ERP di Depan Setiabudi One Hanya Jadi Pajangan

Kompas.com - 07/04/2015, 13:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan uji coba jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/4/2015), terkesan tak ada perkembangan. Mesin ERP yang terletak di depan Gedung Setiabudi One terlihat sudah tidak berfungsi, hanya menjadi pajangan.

Pantauan Warta Kota, layar digital yang berukuran sekitar 5 x 3 meter persegi itu tidak hidup. Lampu-lampu pada mesin yang berwarna putih pun sudah sedikit redup.

Saat peluncuran ERP di Jalan HR Rasuna Said pada September 2014 lalu, layar itu digunakan untuk sosialisasi penerapan ERP. Untuk mesin ERP di Jalan HR Rasuna Said diuji coba oleh Perusahaan asal Swedia, yaitu PT Q-Free.

Salah seorang satpam Gedung Setiabudi One yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, pada Senin (6/4) kemarin, ada beberapa orang yang memperbaiki mesin itu. Namun, hingga saat ini, belum ada perubahan.

"Kemarin ada yang benerin mesinnya, tapi sampai‎ sekarang belum betul," kata pria yang menggunakan pakaian satpam lengkap dengan helm berwarna putih itu, Selasa (7/4/2015).

Menurut dia, mesin itu seperti tidak ada gunanya. Sebab, masyarakat juga tidak berpengaruh terhadap sosialisasi yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, kemacetan juga acap kali terjadi di Jalan HR Rasuna Said pada jam sibuk seperti berangkat dan pulang kerja. "Ini mesin sudah seperti pajangan saja dan tidak ada gunanya," tuturnya.

Mematikan rezeki rakyat kecil

Beberapa tukang ojek yang mangkal di pangkalan ojek Perbanas menolak pemberlakuan jalan berbayar atau ERP. Sebab, dengan pemberlakuan itu maka sepeda motor dilarang melintasi kawasan Jalan Kuningan. Padahal, sehari-hari mereka mencari nafkah dengan cara mengojek selama puluhan tahun di sana.

"Kami tidak setuju dengan penerapan ERP. Ini sama aja matiin rezeki rakyat kecil," kata Baron (55), tukang ojek yang sudah mangkal di Perbanas selama 20 tahun itu.

Menurut dia, dengan ada pembatasan atau pelarangan bagi sepeda motor membuat penghasilan dirinya menjadi tukang ojek berkurang. Biasanya, sehari dia bisa mengantongi uang Rp 150.000, kini hanya antara Rp 50.000 sampai Rp 60.000 per hari

"Kami para pengguna sepeda motor kan sama-sama membayar pajak kayak penguna mobil. Jangan ada pembedaan gini dong," tuturnya.

Asman (51), tukang ojek lainnya mengatakan, sepeda motor bukanlah biang dari kemacetan. Menurut dia, angkutan umum yang ngetem merupakan penyebab dari Jakarta semakin macet.

"Kalau motor mah ngga bikin macet. Itu angkot-angkot dan kopaja yang sering ngetem dan buat macet," ujarnya.

Dia tidak memungkiri bahwa setiap harinya di kawasan Jalan HR Rasuna Said selalu macet parah. Apalagi, saat pulang kerja. Kemacetan terjadi sejak jam 16.00 sampai malam.

Wewenang dinas

Kepala Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta Selatan Priyanto mengaku tidak mengetahui kalau mesin ERP di Jalan HR Rasuna Said rusak. Dia mengatakan bahwa itu merupakan wewenang dari Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta.

"Saya engga tahu soal itu, karena memang itu wewenang dari Dinas," kata Priyanto.

Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Benjamin Bukit enggan mengomentari soal penerapan ERP. (Bintang Pradewo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kondisi Terkini TKP Pengendara Motor Tewas Ditabrak Angkot, Lalu Lintas Berjalan Normal

Kondisi Terkini TKP Pengendara Motor Tewas Ditabrak Angkot, Lalu Lintas Berjalan Normal

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Terima Konsultasi 3 Bacagub Jalur Independen, Siapa Saja?

KPU DKI Jakarta Terima Konsultasi 3 Bacagub Jalur Independen, Siapa Saja?

Megapolitan
Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Megapolitan
Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Megapolitan
74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com