Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Kalau Ada "Mark Up", Masa Kita Mesti Bayar?

Kompas.com - 24/04/2015, 15:50 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menerima putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang memenangkan gugatan PT Ifani Dewi, salah satu pemenang tender pengadaan bus transjakarta tahun 2013.

Meskipun demikian ia mempertanyakan keputusan tersebut karena Kejaksaan Agung telah menyatakan ada dugaan mark up pada pengadaan transjakarta di tahun tersebut.

Sebagai informasi, putusan BANI mengharuskan Pemerintah Provinsi DKI membayar biaya pengadaan satu unit bus gandeng dan bea balik nama 30 bus senilai Rp 7,6 miliar.

"Kita menghargai undang-undang tentang BANI yang putusannya final dan mengikat. Tapi kita perlu lihat putusan hakim dasar memutusnya apa. Kalau di kejaksaan mengatakan ini ada mark up, masa kita mesti bayar," ujar dia, di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (24/4/2015).

Sejauh ini, Ahok, sapaan Basuki, mengaku belum mempelajari secara rinci surat putusan yang dikeluarkan oleh BANI. Karena itu, ia mengaku akan segera mencari salinan surat putusan tersebut untuk kemudian mempelajarinya.

Menurut Ahok, alasan Pemprov DKI tidak membayar bea balik nama dari 30 bus disebabkan hasil penyelidikan Kejagung yang menyatakan ada dugaan mark up pada proyek tersebut.

"Memang ada satu unit bus yang dipakai dan ada biaya balik nama (yang belum dibayar). Tapi kalau dibatalin gara-gara mark up, bukan salah kita dong," ujar dia.

Kuasa hukum PT Ifani Dewi, Boyamin Saiman, mengatakan, pembayaran pengadaan satu unit bus gandeng dan bea balik nama 30 bus akan memperjelas status bus. [Baca: PT Ifana Dewi Minta DKI Bayar Rp 7,6 Miliar]

Sebab selama ini, bus tidak bisa dipakai karena belum diserahterimakan ke panitia lelang, pejabat pembuat komitmen, dan penanggung jawab pengadaan barang. Akhirnya, bus mangkrak tak terpakai.

"Bus sudah dibeli, ada barangnya, surat-surat kendaraan atas nama Pemprov DKI, tetapi belum dibayar sampai sekarang. Kami tak bisa pakai karena STNK (surat tanda nomor kendaraan) dan BPKB (buku pemilik kendaraan bermotor) bukan atas nama kami. Bus juga tidak bisa diserahkan karena belum dibayar. Serba salah jadinya," kata Boyamin, Rabu (22/4/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com