Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampung Kolong Setiabudi Dulunya Tempat Singgah Petugas Kebersihan

Kompas.com - 06/08/2015, 17:25 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ratusan orang memanfaatkan kolong Jembatan 66 Setiabudi, Jakarta Selatan, sebagai tempat tinggal. Namun, mereka tidak sekonyong-konyong menempati ruang tersebut.

Sebab, ternyata sejak tahun 1981, kolong jembatan tersebut sudah dimanfaatkan sebagai tempat singgah pekerja harian lepas (PHL) kecamatan untuk sekadar istirahat, bahkan tempat tinggal.

Usup bin Syitap (65), salah satu warga tertua yang tinggal di sana, menuturkan, dia dulunya merupakan PHL Kecamatan. Ia pun menyebut bangunan di kolong jembatan tadinya adalah Kantor Seksi Kebersihan Kecamatan Setiabudi.

Bangunan kantor itu telah lama ditempati para PHL. Hingga kini, sebagian penghuni permukiman yang biasa disebut "kampung kolong" itu pun bekerja sebagai PHL Kecamatan Setiabudi. (Baca: Kampung Kolong Jembatan 66 Setiabudi Akan Jadi Tinggal Kenangan)

"Jadi memang ini dulunya kantor. Bukan karena kita ini penghuni liar pakai tempat di sini," ujar dia kepada Kompas.com saat ditemui, Kamis (6/8/2015).

Kemudian, setelah 21 tahun berdiri sebagai kantor, pada 2012, bangunan itu diterjang banjir besar. Sebagian tembok bangunan pun jebol dan barang-barang kantor hanyut.

Pasca-kejadian itu, Usup dan teman-temannya tidak lagi menjadikan bangunan itu sebagai kantor, tetapi beralih menjadi tempat tinggal. Mereka memperbaiki bangunan itu dengan triplek dan kayu-kayu seadanya.

Alhasil, bangunan itu pun berkembang ke tanah-tanah di sekitarnya. Maka, sejak 2002, penghuni kampung kolong semakin ramai.

Dari hanya dihuni pekerja harian lepas dan keluarganya, bertambah dengan kerabat-kerabat lainnya. Hingga kini, ada 77 kepala keluarga yang menghuninya.

Rumah-rumah di sana kebanyakan terdiri dari dua lantai. Lantai duanya lebih banyak mengandalkan beton jembatan.

Para penghuninya membangun sendiri rumah-rumah tersebut dengan tripleks dan kayu-kayu seadanya sehingga konstruksinya pun tidak beraturan.

Meski begitu, fasilitas yang dimiliki sebagian rumah cukup komplet, misalnya memiliki televisi, kipas angin, bahkan mesin ventilator untuk mengeluarkan udara panas.

Saat dikonfirmasi, Camat Setiabudi Fredy Setiawan mengatakan, tempat tersebut bukanlah kantor. Sebab, kantor seksi kebersihan hanya ada di kantor kecamatan.

"Itu bukan kantor, cuma tempat singgah PHL. Kalau sudah dijadikan tempat tinggal berarti itu permukiman liar," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com