Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Kopaja Sebut Sopir Akan Tertib bila Sudah Terintegrasi Transjakarta

Kompas.com - 01/10/2015, 14:28 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penerapan sistem setoran yang selama ini digunakan hampir sebagian besar pengelola angkutan umum menjadi salah satu penyebab budaya tidak tertib dalam berlalu-lintas.

Budaya tidak tertib dilakoni oleh sopir angkutan umum yang dibebankan dengan nominal setoran yang cukup besar setiap harinya dan penumpang yang malas ke halte terdekat untuk naik angkutan umum.

Fenomena ini terjadi salah satunya pada bus kopaja AC yang beroperasi di jalur transjakarta. Menurut Ketua Kopaja Nanang Basuki, sistem pembayaran yang terintegrasi dengan transjakarta nantinya akan membuat sopir bus kopaja AC tidak bisa lagi berhenti sembarangan untuk menaikkan penumpang.

"Kalau sudah bukan sistem setoran lagi, diganti sistem penggajian, terus penumpangnya cuma bisa pakai kartu, pembayaran secara elektronik, buat apa berhenti sembarangan lagi? Malahan kalau berhenti sembarangan, yang ada gajinya terancam dipotong," kata Nanang kepada Kompas.com, Kamis (1/10/2015). (Baca: Kenapa Kopaja Suka Berhenti Sembarangan di Jalur Transjakarta?)

Nanang tidak serta merta menyalahkan sopir maupun penumpang yang memilih untuk menunggu bus di pinggir jalan. Kebiasaan itu terjadi sejak zaman dulu hingga saat ini.

Sopir angkutan umum yang lebih paham kondisi di lapangan mau tidak mau menjemput penumpang yang banyak menunggu di pinggir jalan.

Tidak jarang juga sopir bus mengetem di tempat yang biasa jadi titik kumpul para penumpang, baik saat jam berangkat maupun jam pulang kerja.

"Kalau dipaksain menunggu di halte, enggak ada penumpangnya. Kalau sistemnya sudah terintegrasi dengan transjakarta, penumpang mau enggak mau ke halte dulu, budaya tertib bisa didorong di sana," ujar Nanang. (Baca: Izin Bus Kopaja AC Terancam Dicabut jika Berhenti Sembarangan)

Sampai saat ini, proses untuk merealisasikan sistem pembayaran yang terintegrasi dengan transjakarta dan sistem rupiah per kilometer sudah 80 persen.

Pihak Kopaja tengah menunggu pihak Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta yang masih merampungkan regulasi untuk sistem tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Megapolitan
Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

Megapolitan
Mau Bikin 'Pulau Sampah', Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Mau Bikin "Pulau Sampah", Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Megapolitan
Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Megapolitan
Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com