Menurut Ade, ada beberapa aktor di balik meningkatkan alokasi dana hibah dan bansos menjelang pilkada. (Baca juga: Fitra: Alokasi Dana Hibah APBD-P Tangsel Melonjak Rp 76 Miliar)
Aktor tersebut meliputi pihak pemerintah, anggota dan pimpinan dewan, dan pengusaha besar yang punya kedekatan serta jaringan dengan pemerintah setempat.
Jika kemudian itemukan kejanggalan dalam anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Ade menilai kejanggalan itu belum tentu berasal dari kesalahan pimpinan SKPD.
Patut dicurigai adanya keterlibatan kepala daerah. "Saya rasa, enggak mungkin kepala dinas atau anak buahnya berani 'main', pasti pimpinannya tahu kalau mereka 'main', jadi bukan tidak mungkin kalau ada permainan anggaran, lewat dana hibah misalnya, kemungkinan besar diketahui sama pimpinannya," tutur Ade.
Hal inilah yang menjadikan para pemimpin daerah tertentu, khususnya mereka yang maju lagi dalam pilkada, memiliki potensi besar untuk menggunakan dana hibah dan bansos demi kepentingan kampanye.
ICW juga menyoroti peningkatan dana hibah dan bansos Pemkot Tangerang Selatan.
"Kami sedang pelajari untuk di Tangsel, belum ditelusuri satu per satu. Kalau terbukti, ini sudah masuk ranah pidana. Kalau bicara pidana, yang tidak terkait pemilu pun tetap bisa dilaporkan," kata Ade.
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyampaikan, ada peningkatan dana hibah dan bansos yang cukup besar di anggaran Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Peningkatan dana hibah dan bansos dari anggaran murni ke anggaran perubahan sebesar Rp 76 miliar. (Baca: Fitra Curigai Realisasi Dana Hibah Tangsel yang Lebih Besar dari Dana Pendidikan dan Kesehatan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.