TANGERANG, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengungkapkan adanya perbedaan signifikan realisasi anggaran dana hibah dengan realisasi anggaran Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Menurut Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto, realisasi dana hibah dalam APBD-Perubahan 2015 Pemkot Tangsel jauh lebih besar dibandingkan dengan realisasi anggaran Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan. (Baca: Usulan Dana Hibah pada APBD-P Tangsel untuk Pilkada Dinilai Terlalu Besar)
"Kami dapat data dari BPK RI, untuk realisasi dana hibah tahun 2014, Pemkot Tangsel hanya Rp 28 miliar. Tahun ini, realisasi sejak disahkannya APBD-P pada Oktober sampai hari ini sudah Rp 76 miliar," kata Yenny di BSD, Tangerang Selatan, Senin (23/11/2015).
Dalam APBD-P 2015, Pemkot Tangsel mengalokasikan dana hibah sebesar Rp 105 miliar. Alokasi anggaran dana hibah dalam APBD-P ini meningkat 76 miliar dari alokasi pada APBD 2015 yang jumlahnya Rp 29 miliar. (Baca: Fitra: Alokasi Dana Hibah APBD-P Tangsel Melonjak Rp 76 Miliar)
Sementara itu, lanjut Yenny, realisasi belanja Dinas Pendidikan kuartal II hanya Rp 139 miliar dari alokasi anggarannya sebesar Rp 544 miliar.
Yenny juga mencatat bahwa realisasi anggaran Dinas Kesehatan pada kuartal II kurang lebih Rp 36 miliar dari anggaran Rp 177 miliar yang dialokasikan.
Jika melihat tingginya realisasi dana hibah tersebut, Yenny menduga adanya upaya politisasi anggaran menjelang pilkada Desember 2015.
"Kalau melihat pola yang seperti ini, di beberapa daerah, petahana memang menggunakan dana bansos untuk politisasi APBD, apalagi yang ikut pilkada. Contohnya kalau dana bansos dialokasikan untuk program-program dia untuk kepentingan promosi ke SKPD yang bisa menguntungkan dia," papar Yenny.
Menurut dia, dana hibah cenderung dimanfaatkan petahana. Ada kecenderungan manupulasi data dengan memasukkan penerima dana hibah fiktif. (Baca: Aturan soal Dana Hibah atau Bansos Akan Direvisi untuk Hindari Penyelewengan)
Modus lainnya dengan mengalokasikan hibah untu lembaga yang sama, atau lembaga yang masih berhubungan dengan keluarga dan kerabat petahana.
"Dari riset di Pulau Jawa saja, ditemukan strategi atau modus korupsi politik dalam alokasi dana hibah yang tujuannya untuk pemenangan pilkada," sambung Yenny.