Mereka beralih mencuri kabel karena hasil memulung kurang memuaskan.
“Kelompok gorong-gorong ini kadang-kadang memulung, tetapi memulung pendapatannya kecil, ini pendapatannya besar,” kata Tito saat mengumumkan tersangka kasus pencurian kabel di Mapolda Metro Jaya, Jumat (11/3/2016).
Menurut dia, isi kabel yang berupa tembaga tersebut bernilai tinggi. Jika dijual, harganya bisa mencapai Rp 40.000 per kilogram.
“Ada juga timah di atas Rp 12.000 per kilogram, sedangkan besi harganya lebih kurang Rp 3.000-an,” sambung Tito.
Dalam menjalankan aksinya, kelompok pencuri ini masuk ke gorong-gorong dan bertahan di sana hingga dua atau tiga hari.
Setelah nasuk, kelompok ini mengupas kabel dan mengambil dalamnya. “Dalamnya ini ada tembaga-tembaga seperti ini dan dipotong-potong satu meter, 30 sentimeter, sesuai ketentuan,” sambung Tito.
Kelompok ini biasa masuk gorong-gorong pada malam hari dan keluar gorong-gorong pada malam berikutnya.
Tito mengatakan bahwa kelompok pencuri ini sudah beraksi sejak 2013. Ia pun mengaku tidak heran dengan aksi pencurian kabel di gorong-gorong.
“Karena juga pada waktu saya reserse di Polda, ada kelompok-kelompok yang memang spesialis menggali gorong-gorong, tapi modusnya mencuri di gedung, kantor, toko dan lain-lain dengan cara menggangsir," tutur Tito.
"Nah ini sama, mirip-mirip juga, jadi mereka menganggsir untuk mengambil kabel-kabel ini. Itu sudah lama tahun 2012 pernah diungkap Polsek Gambir tapi tidak ramai sehingga akhirnya diugkap lagi oleh Dirkrimsus,” sambung dia.
Selain itu, Tito menyampaikan, pencurian isi kabel yang terjadi di gorong-gorong Jalan Medan Merdeka Selatan, dipicu adanya jaringan kabel lama milik PLN dan Telkom yang tidak diangkat.
Dua BUMN itu tidak mengangkat kabel lama mereka dari gorong-gorong karena biaya untuk mengangkat kabel yang tergolong mahal.
Apalagi, bagi dua BUMN itu, kabel-kabel lama tersebut tidak memiliki nilai ekonomis lagi.
"Nah kenapa ini bisa terjadi? Karena ada jaringan kabel lama baik PLN maupun Telkom. Perusahaan menganggap itu tidak memiliki nilai ekonomis lagi, kemudian tidak diangkat karena makan biaya tinggi," ujar Tito.