Transjakarta Busway (TJ) merupakan salah satu moda transportasi umum massal yang dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta dengan maksud untuk meningkatkan layanan transportasi umum di Ibu Kota Jakarta.
Sejak awal desainnya dibuat eksklusif, jalurnya khusus dan tidak tercampur dengan kendaraan lain. Oleh karena itu, sebelum Pemprov DKI Jakarta mengoperasikan moda tersebut, terlebih dulu membuat payung hukumnya agar lebih kuat.
Payung hukum tersebut ada dalam Perda No. 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai, dan Danau serta Penyeberangan.
Pasal 50 ayat (1) butir b menyatakan bahwa penerapan kebijaksanaan manajemen lalu lintas terdiri dari, antara lain jalur bus khusus (bus way) dan lajur khusus bus.
Sedangkan pasal 55 ayat (1) menyatakan: Pada lajur yang diperuntukkan khusus untuk angkutan umum tertentu, dilarang digunakan kendaraan jenis lain kecuali ditentukan lain oleh rambu-rambu dan/atau marka jalan.
Pasal 50 tersebut di atas memperkenalkan konsep bus way yang waktu itu masih merupakan barang baru bagi warga Jakarta maupun Indonesia pada umumnya.
Sedangkan pasal 55 secara tegas menyatakan bahwa angkutan umum tertentu (dalam hal ini bus way) memiliki jalur khusus yang dilarang untuk digunakan oleh kendaraan lain, kecuali ditentukan oleh rambu-rambu dan/atau marka jalan.
Ini artinya, siapa pun yang masuk ke jalur bus way (sekarang terkenal dengan nama Transjakarta Busway/TJ) merupakan bentuk pelanggaran lalu lintas.
Payung hukum berupa Perda itu dimaksudkan untuk memberikan eksklusivitas angkutan tersebut sehingga memberikan jaminan kelancaran bagi penumpangnya.
Pada masa Gubernur Sutiyoso, ekslusivitas bus way itu dijaga ketat, sehingga pejabat negara pun dilarang lewat di bus way.
Pernah ada peristiwa, suatu hari Wakil Presiden Hamzah Haz melintas di jalur Transjakarta Busway, oleh Gubernur Sutiyoso didamprat melalui media massa.
Belakangan, Sutiyoso pernah bercerita bahwa setelah mendamprat tersebut, dirinya dipanggil ke kantor Wakil Presiden, tapi menolak untuk datang. Baginya tidak perlu datang karena dia menjalankan tugas saja, dan dia konsisten tidak mau lewat jalur busway.
Jalur khusus bus itu menjadi tidak steril setelah Gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Fauzi Bowo (Foke) dan kemudian menerapkan kebijakan buka tutup guna mengurangi kemacetan. Kebijakan ini tentu saja dimanfaatkan oleh masyarakat yang cenderung tidak tertib.
Bila jalur sudah dibuka untuk umum, sulit untuk menutup kembali. Dan itu yang terjadi sampai sekarang, tidak ada satu pun jalur Transjakarta Busway yang sekarang steril dari kendaraan tidak bermotor non Transjakarta Busway.
Oleh karena itulah Perda No. 5 Tahun 2014 tentang Transportasi pasal 90 ayat (1) mengingatkan secara tegas pentingnya sterilisasi bus way, yaitu bahwa “Setiap Kendaraan Bermotor selain Mobil Bus Angkutan Umum Massal berbasis Jalan dilarang menggunakan lajur atau jalur khusus Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan”.