JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Edward Omar Sharif Hiariej, menjelaskan bahwa Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tidak memerlukan motif. Edward menyampaikan hal tersebut dalam sidang lanjutan kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa tunggal Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (25/8/2016).
"Pasal 340 itu sama sekali tidak membutuhkan motif. Kata-kata berencana dalam konteks teori namanya dolus premeditatus," ujar Edward.
Menurut Edward, dolus premeditatus mensyaratkan adanya tiga hal. Pertama, ketika pelaku memutuskan kehendak itu dalam keadaan tenang. Kedua, ada tenggang waktu yang cukup antara memutuskan kehendak dengan melaksanakan perbuatan, dan ketiga, pelaksanaan dalam keadaan tenang.
"Dolus premeditatus membutuhkan pemikiran yang matang. Tetapi, saya tegaskan itu tidak menghendaki motif," kata dia.
Oleh karenanya, dalam perkara yang menggunakan pasal 340, Edward menyebut tidak perlu mencari motif dilakukannya perbuatan pidana.
"Motif itu diletakkan jauh di luar rumusan delik. Jangan capek-capek cari motif karena pasal 340 tidak membutuhkan motif," ucap Edward.
Edward mengaku beberapa kali mengikuti persidangan kasus kematian Mirna dan tergelitik dengan orang-orang yang sering mengomentari kasus tersebut.
"Biasanya setelah sidang ini saya mendengar beberapa komentator. Yang bikin saya tergelitik, kadang komentator itu tidak mengerti apa yang mereka komentari. Mereka bilang pasal 340 membutuhkan motif. Itu menyesatkan dan memberikan distorsi informasi," tuturnya.
Mirna meninggal setelah meminum es kopi vietnam yang dipesan oleh Jessica di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016). Jessica menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. Jaksa penuntut umum memberikan dakwaan tunggal terhadap Jessica yakni Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.