Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah Alam Kampung Sawah, Sekolah yang Tak Ingin Jadikan Anak "Ensiklopedia Berjalan"

Kompas.com - 11/12/2016, 13:02 WIB
Nursita Sari

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Sejak 2009, Sekolah Alam Kampung Sawah dibangun di Kota Depok, Jawa Barat. Sekolah alam ini berada di kawasan Perumahan Bukit Pertanian, Tirtajaya, Depok.

Berbeda dengan sekolah reguler pada umumnya, Sekolah Alam Kampung Sawah lebih banyak mengajak siswa-siswi mereka untuk belajar di luar ruangan.

Sebab, menurut Direktur Sekolah Alam Kampung Sawah Yuli Pinasthi, alam merupakan laboratorium yang paling lengkap.

"Kelas kami tidak dibatasi ruang sekian kali sekian. Jadi kelas kami adalah seluruh alam semesta. Allah itu sudah menyediakan laboratorium terindah, terlengkap, yang kadang-kadang kita enggak mikir sampai ke sana," ujar Yuli di Sekolah Alam Kampung Sawah, Minggu (11/12/2016).

(Baca juga: Sekolah Alam Bekasi: Melintas Batas, Merayakan Kehidupan)

Yuli mengatakan, metode pembelajaran Sekolah Kampung Alam adalah mengajarkan anak-anak untuk berpikir kritis.

Mereka dihadapkan langsung pada kondisi nyata di lingkungan. Selain itu, anak-anak akan menemukan jati diri mereka sendiri dan apa yang mereka sukai.

"Caranya belajar bersama alam. Setelah merangsang mereka untuk berpikir kritis, pada akhirnya mereka akan menjadi problem solver," kata dia.

Nursita Sari Dokumentasi kegiatan Sekolah Alam Kampung Sawah di kawasan Perumahan Bukit Pertanian, Tirtajaya, Depok, Jawa Barat, Minggu (11/12/2016).

Yuli mencontohkan, ketika anak-anak belajar tentang air, mereka akan diajak langsung ke sumber air, seperti sumur dan sungai.

Mereka akan belajar mana yang layak dijadikan sumber air dan mana yang tidak.

"Misalnya sungai kotor atau enggak. Kalau kotor harus apa. Jadi merangsang mereka punya solusi untuk masalah," ucap Yuli.

Pihak Sekolah Alam Kampung Sawah, lanjut dia, tidak ingin banyak memberikan hafalan kepada anak-anak.

Sekolah itu lebih banyak membuat siswa-siswinya bersentuhan langsung dengan alam. Pihak sekolah tidak ingin menjadikan siswa sebagai ensiklopedia berjalan.

"Kenapa kami memilih jalur anti-mainstream, karena pada dasarnya anak-anak tidak layak untuk dijadikan ensiklopedia berjalan. Jadi untuk apa kita memasukkan begitu banyak rumus, begitu banyak hapalan ke anak-anak sementara sekarang ada Google yang bisa diakses di mana-mana," tutur dia. 

(Baca juga: Si Jago Merah Lalap Perpustakaan Sekolah Alam Indonesia)

Mulanya, sekolah alam tersebut bernama Sekolah Alam Patrick. Namun, pada 2016, sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah Alam Kampung Sawah.

Nama Kampung Sawah sendiri diambil dari nama daerah di Kota Depok sebagai bentuk kearifan lokal.

"Kampung Sawah adalah salah satu nama daerah di Kota Depok yang saat ini sudah mulai tidak dikenal lagi oleh masyarakat karena sudah berubah menjadi perumahan warga. Jadi nama Kampung Sawah sudah mulai tergusur pelan-pelan," kata Yuli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com