Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum: Kami Lihat Ada Ketergesaan MUI "Menghukum" Pak Basuki

Kompas.com - 31/01/2017, 13:47 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Humphrey Djemat, anggota tim kuasa hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) tergesa-gesa dalam mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan terkait kliennya.

"Kami lihat ada ketergesa-gesaan MUI Pusat melakukan penghukuman dari sisi keagaaman kepada Pak Basuki," kata Humphrey di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2017).

Dalam pendapat dan sikap keagamaan MUI, Ahok dianggap telah menghina Al Quran dan ulama terkait pernyataan yang mengutip surat Al Maidah ayat 51 saat melakukan kunjungan kerja di Kepulauan Seribu.

"Dalam sikap keagamaan itu disebutkan Basuki bersalah dan minta kepolisian untuk dilakukan proses hukum. Jadi sifatnya sudah menghukum," kata Humphrey.

(Baca juga: Ketua Umum MUI Mengaku Tak Tanda Tangani Penunjukan Rizieq sebagai Ahli)

Wakil Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengatakan, pada 9 Oktober 2016, MUI DKI Jakarta mengeluarkan surat teguran kepada Ahok.

Dalam surat teguran tersebut, Ahok diminta untuk tidak mengulangi perbuatannya. Selang dua hari setelahnya, kata dia, MUI langsung menerbitkan pendapat dan sikap MUI.

"MUI DKI menegur, kok MUI langsung menghukum? Apa tidak koordinasi? Lagi pula selama dua hari itu, Pak Basuki tidak melakukan perbuatan mengulang (mengutip ayat suci)," kata Humphrey.

Sidang kasus dugaan penodaan agama hari ini menjadwalkan pemeriksaan lima saksi, salah satunya Ketua MUI Ma'ruf Amin.

Saat menyampaikan keterangannya, Ma'ruf mengangkui adanya desakan serta permintaan masyarakat agar MUI menyatakan sikap terkait pidato Ahok yang mengutip surat Al Maidah. 

Selain itu, menurut Ma'ruf, MUI menyampaikan pernyataannya tersebut untuk meredam keresahan yang terjadi di masyarakat.

(Baca juga: Dalam Persidangan, Ketua MUI Akui Tak Tonton Video Ahok)

MUI juga tidak melakukan klarifikasi atau tabayyun kepada Ahok terlebih dahulu sebelum mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan.

"Kalau dilakukan tabayyun belum tentu terjadi keresahan. Saksi juga mengaku tidak menonton video Pak Basuki, padahal (ucapan surat Al-Maidah ayat 51) cuma 13 detik," kata Humphrey.

Saat ini, sidang masih ditunda untuk makan siang. Rencananya, Ma'ruf akan kembali bersaksi setelah istirahat makan siang selesai.

Selain Ma'ruf, ada empat saksi yang akan menyampaikan keterangannya. Mereka adalah dua saksi fakta yang merupakan warga Kepulauan Seribu, Komisioner KPU DKI Jakarta Dahliah Umar, dan saksi pelapor Ibnu Baskoro.

Adapun Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu.

JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Kompas TV Ahok Jalani Sidang Ke-8 Dugaan Penodaan Agama
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Megapolitan
Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Megapolitan
Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung 'Political Will' Heru Budi

Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung "Political Will" Heru Budi

Megapolitan
Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Megapolitan
Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Megapolitan
Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com