JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang Pilkada DKI 2017 yang tinggal sepekan lagi, masyarakat dihebohkan dengan beredarnya sejumlah foto E-KTP ganda yang memiliki foto yang sama, tetapi memiliki data yang berbeda. Dari tiga E-KTP yang ada dalam gambar yang tersebar di media sosial, tertulis nama Mada, Saidi, dan Sukarno.
Nomor induk kependudukan (NIK) di ketiga E-KTP tersebut diketahui terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2017. Namun, foto yang ada berbeda dengan data.
Menanggapi beredarnya gambar ini, KPUD DKI Jakarta langsung melakukan pengecekan. Melalui KPU Kota Jakarta Utara, misalnya, langsung menemui salah satu pemilik E-KTP atas nama Mada di wilayah Pademangan.
Hasilnya, pemilik asli dari E-KTP dan NIK tersebut berbeda wajah dan fotonya dengan berita yang tersebar di dunia maya, begitu pula dua identitas lain atas nama Saidi dan Sukarno. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta Edison Sianturi juga memastikan tiga E-KTP dengan foto yang sama adalah informasi yang tidak benar atau hoax.
Edison mengaku sudah mengecek seluruh data di tiga E-KTP tersebut. Hasilnya, kata Edison, wajah warga di tiga alamat tersebut berbeda dengan wajah di foto E-KTP.
"Ha-ha-ha jadi gini, itu meng-copy KTP orang. Jadi umpamanya kalau KTP adek ditempel pakai foto saya, jadi itu palsu dan hoax banget," kata Edison, kepada Kompas.com, Minggu (5/2/2017).
"Apakah disengaja atau enggak sengaja, kami enggak tahu, tapi jelas orang bikin rusuh bisa juga, menggagalkan pilkada, mengacau juga bisa. Ini orang-orang iseng yang bisa membahayakan Pilkada DKI ," ujar Sumarsono, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (6/2/2017).
Pihak kepolisian melalui Mapolres Jakarta Utara masih melakukan penyelidikan dalam kasus ini. Polisi menduga, pelaku penyebaran informasi E-KTP ganda bertujuan membuat propaganda dan menciptakan suasana Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi tidak stabil.
"Ini orang-orang yang mau mengacaukan pilkada dan membuat resah masyarakat," kata Awal, dalam jumpa pers di Mapolres Metro Jakarta Utara, Senin (6/2/2017). (Baca: KPU: Ada yang Sengaja Buat Data E-KTP Palsu Jelang Pilkada)
Jika terbukti bersalah, pelakunya terancam dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen dan Undang-Undang ITE, dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 tahun.
Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan, telah mengantisipasi berbagai bentuk potensi kecurangan selama pemilihan kepala daerah. Salah satunya, modus penggunaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik yang dipalsukan.
Jika ditemukan indikasi E-KTP palsu saat pemungutan suara, panitia pemilu bisa langsung berkoordinasi dengan petugas Dukcapil yang bekerja di wilayah tersebut. E-KTP yang dicurigai bisa langsung difoto dan kirim melalui aplikasi WhatsApp kepada petugas Dukcapil setempat. E-KTP yang asli atau palsu akan diketahui dalam waktu lebih kurang 2 menit.
"Tanggal 15 Februari nanti, Dinas Dukcapil masuk kerja walaupun statusnya libur pilkada. Ini untuk melayani apabila ada yang perlu surat keterangan atau mau cek NIK," kata Zudan. (Baca: Menyusuri Alamat Saidi, Nama dalam Salah Satu E-KTP dengan Foto Sama)