JAKARTA, KOMPAS.com - Kesatuan Aksi Keluarga Besar (KAKB) Universitas Indonesia (UI) mencatat bahwa jumlah orang yang terjerat kasus penistaan agama meningkat di era reformasi. Sejak 1998 hingga saat ini, KAKB UI menyebut ratusan orang terjerat kasus penistaan agama.
Anggota KAKB UI Rheinhard Sirait menilai meningkatnya orang yang terjerat kasus penistaan agama merupakan langkah mundur dalam upaya memajukan demokrasi dan penegakan hak asasi manusia.
"Selama Suharto berkuasa hanya 10 orang. Setelah reformasi ratusan kasus masuk pengadilan. Jadi bukannya maju malah mundur," kata Rheinhard dalam sebuah diskusi di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2017).
Kasus penistaan agama diatur dalam Pasal 156a kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). KAKB UI menilai pasal tersebut tidak memiliki kejelasan dan penilaian terhadap pelanggarnya sangat subjektif.
Subyektivitas itu dinilainya rawan dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat dan kelompok politik untuk menyerang pihak-pihak lain yang berseberangan, terutama kelompok yang jumlahnya minoritas.
Karena itu, KAKB UI meminta pemerintah mencabut pasal 156a. Jika dikabulkan, KAKB UI mengusulkan agar diterbitkan sebuah peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang lebih melindungi kelompok minoritas.
"Kita bisa melihat ada beberapa kasus, seperti di Sampang dan Ahmadiyah di Mataram, pasal ini (156a) justru dipakai orang untuk menekan aliran lain yang ia tidak suka," kata Rheinhard.
Baca juga: Menimbang Pasal Penistaan Agama dalam KUHP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.