Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sudah Saatnya Presiden Bantu Jokowi-Ahok"

Kompas.com - 16/09/2013, 08:39 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ekspektasi masyarakat terhadap kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama untuk menata Ibu Kota terbilang tinggi. Namun, apa daya, tumpang tindih kebijakan menunjukkan kewenangannya tak sebesar ekspektasi.

Jokowi-Ahok pun disangsikan mampu mewujudkan harapan warga Jakarta, yakni menyelesaikan masalah macet dan banjir di Ibu Kota. Kedua masalah itu tumpang tindih dengan kebijakan pemerintah pusat.

Program gebrakan lemah seketika. Di tengah-tengah upaya Jokowi-Ahok meminimalisasi kemacetan dengan memperbaiki transportasi umum di Jakarta, pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Regulasi Mobil Murah dan Ramah Lingkungan atau LCGC.

Soal lain, di tengah upaya Jokowi-Ahok mengatasi masalah banjir dengan normalisasi sungai dan waduk di DKI, di mana harus merelokasi warga bantaran terlebih dahulu, pemerintah pusat menerbitkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembebasan Lahan untuk Kepentingan Umum. Pembebasan lahan yang biasanya dilakukan Panitia Pembebasan Tanah di bawah gubernur pun menjadi dialihkan ke Badan Pertanahan Nasional, di bawah Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

"Ya mau gimana lagi," ujar Jokowi pasrah.

Pemerintah pusat jadi juru kunci

Menanggapi benturan kebijakan antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI, pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia (UI), Profesor Hamdi Moeloek, melihat dari kacamata yang lebih luas. Hamdi menilai, persoalan di DKI memang terkait dengan provinsi lain. Namun, kerja sama antarprovinsi dianggap tidak efisien lantaran ego otonomi daerah. Kebuntuan inilah yang harusnya dimanfaatkan pemerintah pusat untuk masuk serta mengambil kebijakan "siapa yang mengatur apa".

"Contohnya transportasi. Pergerakan orang dari provinsi lain tinggi. Harus ada transportasi yang mengangkut mereka. Kemacetan pun tak bisa diselesaikan kalau pemerintah pusat tak turun membuat, membagi otoritas transportasi," ujarnya.

"Belum lagi soal banjir. Itu hanya bisa diatasi kalau penataan dari hulu sampai hilir dilakukan. Koordinasi antara pimpinan daerah itu hanya bisa dilakukan kalau presiden yang turun tangan," lanjutnya.

"Presiden jadi kunci. Kalau sudah dapat dilihat yang dikedepankan itu kepentingan publik, mbok Jokowi-Ahok itu dibantu. Jika sudah ada momentum berubah, ya ini saatnya membantu," ujarnya.

Hamdi menilai, tidak ada kata terlambat meski kepemimpinan kepala negara telah memasuki garis finis. Namun, berhasil melewati pita finis belum tentu memenangi perlombaan. Penataan itu secepatnya, setepatnya, menjadi ajang pembuktian pengabdian pemerintah pusat kepada masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Megapolitan
Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Megapolitan
Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Megapolitan
Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Megapolitan
Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Megapolitan
Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi mulai Mei 2024

Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi mulai Mei 2024

Megapolitan
Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com