Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Jakarta, Dampak Salah Urus

Kompas.com - 07/02/2014, 08:02 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com — Akibat buruknya tata kota, Jakarta berkubang masalah kompleks yang memicu bencana. Kompleksitas masalah tersebut antara lain penurunan muka tanah, kenaikan muka air laut, pertambahan penduduk yang tidak terkendali, alih fungsi lahan, dan infrastruktur yang tak memadai. Banjir di Jakarta yang terus terjadi sampai Kamis (6/2/2014) hanyalah salah satu akibat dari salah urus kota.

Perencana kota, Andy Siswanto, dalam makalahnya, mengatakan, jika ingin memetakan potensi banjir harus disinkronkan dulu antara data penurunan tanah, kenaikan muka air laut, penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kondisi infrastruktur saat ini, dan alih fungsi lahan ekstrem, seperti pengurukan rawa dan reklamasi pantai.

Bagi Andy, inti dari begitu banyak masalah yang saling tumpang tindih itu adalah kota yang salah urus. Selama ini tata kota sekadar mengatur tata guna lahan yang cenderung terkotak-kotak untuk satu fungsi saja. Ada kawasan khusus permukiman, perindustrian, dan lainnya. Padahal, kenyataan di lapangan, manusia tidak bisa dikotak-kotakkan seperti itu.

Jakarta juga tumbuh nyaris tanpa perencanaan yang jelas. Kota tumbuh tanpa infrastruktur transportasi publik yang memadai sehingga energi terkuras habis untuk sekadar berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Akibatnya, menurut Andy, permukiman kumuh tumbuh sebagai wadah guna memenuhi kebutuhan warga dekat dengan tempat kerja dan fasilitas publik yang dibutuhkan. Inilah mengapa bantaran kali menjelma menjadi hunian liar massal. "Tata kota itu sebenarnya untuk mengatur agar warga hidup nyaman, baik miskin maupun kaya," katanya.

Di sisi lain, pendekatan yang digunakan pemerintah untuk menanggulangi banjir selalu terkait dengan proyek fisik.

Penurunan tanah

Peneliti penurunan tanah Jakarta dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Dr Hasanudin Z Abidin, mengatakan, dampak penurunan tanah bisa menyebabkan rusaknya bangunan dan infrastruktur, meluasnya banjir akibat limpahan air dari hulu ataupun limpasan pasang laut, serta tak berfungsinya sistem drainase. Bahkan, penurunan tanah juga berdampak terhadap berubahnya sistem aliran air di sungai dan kanal.

Hingga 2013, penurunan tanah terparah di Jakarta tersebar di Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat. Berdasarkan observasi yang dijalankan Hasanudin dengan menggunakan survei global positioning system, penurunan tanah yang terjadi di Jakarta selama 1997-2011 berkisar 1 sentimeter (cm) hingga 15 cm per tahun dan bisa mencapai 28 cm per tahun di tempat tertentu.

"Jakarta bagian utara mengalami penurunan tanah cukup parah," kata Hasanudin yang juga Kepala Divisi Penelitian Fakultas Geodesi ITB.

Penurunan tanah ini, ujar Hasanudin, tak hanya memperluas dan memperdalam banjir, tetapi juga menyebabkan air tak mengalir dengan baik ke saluran drainase karena terjebak di area yang mengalami penurunan tanah. Kini, tugas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengukur ulang seluruh permukaan tanah di sepanjang aliran sungai dan kanal di Jakarta. Sebab, penurunan tanah di sejumlah tempat di Jakarta masih terus terjadi karena pengambilan air bawah tanah di Ibu Kota belum dapat dihentikan secara menyeluruh.

Proyeksi potensi banjir

Selain penurunan tanah, faktor penyebab banjir lainnya di Jakarta juga harus dilihat ulang sehingga diperoleh proyeksi potensi banjir setiap tahun di Ibu Kota. Terlebih lagi, banjir di Jakarta terjadi dari tahun 1711, 1714, hingga 1854 karena dilalui 13 sungai dan 40 persen kawasan Jakarta ada di dataran rendah.

"Perlu diketahui dulu sumber masalahnya. Jika semua faktor penyebab banjir bisa dipetakan, pemerintah dapat mengetahui potensi banjir yang akan terjadi. Dengan demikian, dapat dilakukan perbaikan lingkungan secara komprehensif dan pengendalian risiko bencana," katanya.

Penyedotan air tanah, menurut Hasanudin, masih menjadi penyebab yang memperburuk kondisi penurunan tanah Jakarta. Selain itu, penurunan tanah juga disebabkan konsolidasi atau pemadatan tanah yang terjadi alamiah, terutama di kawasan pesisir yang umumnya tanahnya lunak, seperti di Penjaringan, Jakarta Utara.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com