Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengelola Sampah Bantargebang Bantah Pernyataan Basuki

Kompas.com - 01/03/2014, 19:45 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengelola sampah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang PT Godang Tua Jaya (GTJ) membantah pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengenai kontrak dan kinerja perusahaan tersebut.

Direktur Utama PT GTJ Rekson Sitorus mengatakan, kontrak kerjasama DKI dengan PT GTJ terjadi selama 15 tahun. Bukan 25 tahun seperti yang sebelumnya disampaikan Wagub Basuki. Menurutnya, Basuki belum memahami secara persis apa isi kontrak pekerjaan ini.

"Kita korupsi dari mana, kalau mau dilaporkan ke KPK? Ini kerjasama investasi, mungkin pak Wagub mendapat informasi yang kurang tepat," kata Rekson, di Jakarta, Sabtu(1/3/2014).

Ia melanjutkan, PT GTJ telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak. Bahkan untuk pengangkutan dan penimbangan sampah tidak dilakukan PT GTJ, melainkan oleh pihak lain.

Penimbangan dilakukan oleh sebuah lembaga independen. Oleh karena itu, ia juga menampik pernyataan Basuki yang mempertanyakan jumlah sampah yang dibuang ke TPST Bantargebang hingga 6500 ton perhari. Saat banjir saja, kata dia, sampah hanya mencapai 5.900 sampai 6.000 ton. Sedangkan sampah di hari normal, jumlahnya sekitar 5.200 sampai 5400 ton perhari.

Ia juga mengklaim PT GTJ telah melakukan investasi dengan membuat sarana pengolahan sampah menjadi energi listrik. Namun memang daya yang dihasilkan belum maksimal. PT GTJ juga telah mengalokasikan dana investasi, seperti pembelian alat berat dan pembelian tanah. Ada beberapa lahan di Bantargebang merupakan milik swasta.

Setelah kontrak selesai, lahan tersebut baru akan diserahkan kepada Pemprov DKI. Lahan yang dimiliki DKI, saat ini hanya 108 hektar. "Pak Ahok (panggilan akrab Basuki) bilang, kita mengelola tanah DKI. Padahal fasilitas pengolahan berdiri di tanah kita 10,5 hektar," kata Rekson.

Sementara terkait dengan tiping fee (biaya pengelolaan sampah) yang terus meningkat setiap dua tahun juga diatur dalam kontrak. Awalnya tiping fee yang dibayarkan Pemprov DKI sebesar Rp 114.000 per ton. Sekarang tahun ini tiping fee naik sebesar Rp 123.000 per ton.

Hal tersebut disesuaikan dengan kenaikan inflasi sebesar 8 persen. Bahkan turunnya volume sampah yang dikirim ke Bantargebang juga atas dasar kesepakatan. Sebab, selama tujuh tahun terakhir, Pemprov DKI Jakarta berencana membangun Intermediate Treatment Facility (ITF). Sehingga sampah akan dikelola di dalam kota, bukan lagi di Bantargebang, Bekasi.

Ia melanjutkan, tiping fee yang diterima PT GTJ tidak sepenuhnya diambil. Sebab pihaknya harus membayar pajak sebesar dua persen, serta membayar kepada Kota Bekasi sebesar 20 persen dari total penghasilan.

Dengan segala kesalahpahaman ini, kata dia, Dinas Kebersihan DKI Jakarta seharusnya mampu menjelaskan lebih lanjut terkait pengelolaan sampah Bantargebang kepada Basuki. "Kalau bisa ya kami ingin ketemu dengan Wagub, biar kami bisa menjelaskan. Kami ini lelang investasi, ada mekanisme Build, Operate, Transfer, jadi ketika kontrak selesai, tahun ke 15, kita serahkan aset ke DKI," kata Rekson.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Ngaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Ngaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com