"Frustrasi, sakit hati, dendam. Itu semua bisa jadi motif pelaku. Lalu kenapa harus ke anak-anak? Karena anak-anak itu soft target. Mereka korban yang sempurna. Mudah dibujuk rayu, mulutnya mudah ditutup," kata Reza yang mengaku baru mendengar kasus kekerasan seksual Saint Monica ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (16/5/2014).
Reza menjelaskan, pelaku perempuan tersebut harus segera diselidiki kehidupan sehari-harinya untuk mengetahui motif dan modus perilaku jahatnya tersebut.
"Apakah hubungan dengan suaminya harmonis (jika bersuami)? Apakah berhimpun (berkelompok) dengan orang-orang yang sama-sama berwatak iblis? Seperti di JIS itu kan begitu, ternyata mereka berhimpun. Pakai narkoba atau tidak?" tanya Reza.
Menurut dia, setiap kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di sekolah tidak boleh dianggap sebagai kasus kecil. Penegak hukum harus menerapkan asumsi bahwa semua anak di sekolah adalah korban dan dugaan semua warga sekolah adalah pelaku.
"Jangan berpikir, 'Ah...pelakunya cuma satu, ah...korbannya cuma satu.' Kejahatan dengan magnituda luar biasa ini harus disikapi dengan asumsi luar biasa pula," ucapnya.
Berdasarkan angka statistik dalam kasus kekerasan seksual, pelaku perempuan jauh lebih rendah dibanding pelaku laki-laki. Menurut Reza, hal itu karena modus yang dipakai keduanya berbeda.
"Pelaku perempuan menggunakan cara lunak. Dengan bujuk rayu misalnya. Jangan-jangan karena modus itulah angka pelaku perempuan rendah, padahal sebenarnya kasusnya banyak," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.