Mario Puzo menggambarkan Don Corleone sebagai sosok pria imigran Italia di New York, Amerika Serikat. Latar ceritanya antara tahun 1920 dan 1940-an. Corleone membangun bisnis berlandaskan persahabatan dan keberanian dalam menerjang segala bahaya, menyingkirkan lawannya dengan cara yang halus, memberikan pilihan yang tak bisa ditawar, menyodorkan uang untuk menyingkirkan lawannya.
Dalam buku itu, Don Corleone adalah "The Godfather". Dia suka membantu, mulai dari memberikan uang, memasukkan seseorang untuk bekerja, sampai membunuh orang. Namun suatu saat dia akan mengetuk pintu rumah orang itu dengan permintaan yang tidak bisa ditolak. Dengan cara itu, Don Corleone benar-benar mengamankan bisnis dan keluarganya.
Banyak preman
Dari pengamatan Warta Kota, Tri Waskito Aji melakukan hal serupa di Jakarta. Sudah tujuh tahun terakhir dia membuat wilayah RW 04 di Kelurahan Kebon Kacang aman. Sebagai ketua RW, dia memimpin pengaturan pedagang kaki lima (PKL) dan menguasai areal parkir di sana. Warganya lebih senang memanggilnya Ito.
Mengamankan sebidang wilayah di RW 04 bukan perkara mudah. Terlalu banyak preman yang mau menguasai lokasi itu karena letaknya yang sangat strategis, dekat pusat perbelanjaan dan hiburan Grand Indonesia dan Plaza Indonesia.
Setiap hari, areal parkir bisa menampung 1.200 sepeda motor. "Retribusi" setiap motor Rp 1.000 sehingga penghasilannya dari parkir motor sebesar Rp 1,2 juta sehari atau Rp 36 juta dalam sebulan.
Dalam setahun, penghasilan parkir di wilayah RW 04 bisa mencapai Rp 400 jutaan. Jika ditambah dengan "retribusi" PKL, pemasukan dari RW itu bisa Rp 500 jutaan per tahun.
Padahal, sebelum tahun 2007, kondisi RW 04 kacau balau. Preman dan organisasi massa (ormas) bertaburan seperti remah roti. Setiap lima meter, lokasi parkir dan PKL terkotak-kotak dikuasai preman atau ormas tertentu.
Perebutan areal parkir lapak PKL sering terjadi karena setiap pedagang mencari backing untuk mendapat lokasi.
Bahkan, aparat pun banyak yang jadi backing pedagang. Ujung-ujungnya pedagang tak nyaman. Situasi ini makin parah pada tahun 2005. Perkelahian selalu terulang, begitu juga adu kuat backing.
Begitu Ito terpilih sebagai ketua RW 04 tahun 2007, dia segera mengambil alih pengelolaan areal parkir dan menata PKL. Semua ormas dan preman dia datangi. Oleh Ito, preman-preman yang tadinya memegang lokasi dia beri uang untuk menyingkir.
"Jadi, saya ajak ngobrol dulu preman atau ormas yang sudah lama menarik uang dari lokasi yang mereka kuasai di RW 04. (Mereka) sangat banyak karena saat itu preman menguasai lokasi itu. Apalagi setiap lima meter ada penguasanya sendiri. Saya kasih mereka 'pesangon' untuk menyingkir. Jumlah uang pesangonnya tak banyak. Ada yang saya kasih Rp 500.000, ada juga yang Rp 1 juta," kata Ito kepada Warta Kota, beberapa waktu lalu.
Saat itu, Ito mengaku berani lantaran dia Ketua RW. Termasuk beberapa oknum polisi dan tentara yang menjadi backing dia ajak bicara. "Saya bilang tidak akan berani temui Anda kalau saya bukan Ketua RW. Mereka pun menyingkir," ujar Ito.
Kebanyakan preman segan berhadapan dengan Ito lantaran keluarganya sudah lebih dari tiga generasi berada di Tanah Abang. Bahkan, ayah Ito yang dulunya tentara adalah kepala keamanan di RW 04.