Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Setoran dan Malasnya Warga Berjalan Kaki

Kompas.com - 14/10/2014, 07:30 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah bus kota melaju di ruas Jalan Sudirman, Jakarta. Secara tiba-tiba, terdengar teriakan dari salah seorang penumpang "kiri bang kiri". Dengan cepat, sopir bus pun menurunkan laju kendaraan dan segera menepi ke lajur kiri untuk menurunkan penumpang yang berteriak tadi.

Setelah penumpang itu turun, bus melanjutkan kembali perjalanannya dan si sopir pun kembali menggeber laju kendaraannya di lajur kanan. Namun hanya beberapa meter setelah bus melaju, terdengar kembali teriakan dari penumpang lainnya yang juga hendak turun.

Walaupun baru melaju beberapa meter di lajur kanan, bus tetap kembali menepi ke lajur kiri untuk menurunkan penumpangnya. Padahal secara peraturan lalu lintas, kendaraan yang menepi ke lajur kiri secara tiba-tiba dari lajur kanan berpotensi untuk membahayakan pengguna jalan yang lain.

Kira-kira hal itulah yang sering dijumpai setiap harinya pada layanan angkutan umum konvensional di Jakarta. Beberapa warga yang biasa menggunakan angkutan umum mengakui kerap melakukan hal tersebut. Malas untuk berjalan kaki menjadi alasan utama.

"Iya, malas jalan kaki. Lagian busnya juga mau kalau disuruh berhenti," ujar salah seorang karyawati swasta, Muttya (25).

Hal yang sama dikemukakan Rozak (30). Dia juga akan memilih berhenti tepat di depan tempat tujuan walaupun sebelumnya telah ada penumpang lain yang berhenti tak jauh dari tempat tujuannnya.

"Sopirnya juga mau-mau aja kalau disuruh berhenti," ujar karyawan yang bekerja di kawasan Jalan Kebon Sirih itu.

Karena setoran

Fenomena hubungan antara penumpang yang malas untuk berjalan kaki dengan bus yang terlalu sering menepi ke lajur kiri secara tiba-tiba dinilai merupakan dampak dari penerapan sistem setoran yang telah terlanjur mengakar pada pengelolaan angkutan umum di ibu kota.

Direktur Institute Transportation for Development Policy (ITDP) Indonesia, Yoga Adiwinarto menganggap, ugal-ugalannya sopir-sopir bus di Jakarta merupakan dampak dari penerapan sistem setoran.

Dengan sistem setoran, maka sopir diharuskan mendapatkan banyak penumpang demi memenuhi jumlah uang yang harus ia setorkan ke pemilik bus.

Karena diharuskan untuk mendapatkan banyak penumpang itulah, kata Yoga, maka sopir akan mengakomodasi segala macam penumpang, dari yang berperilaku disiplin dengan menunggu di halte maupun yang tidak disiplin yang seringkali memberhentikan bus di perempatan.

"Kenapa penumpang bisa berhenti seenaknya? Karena sistem setoran. Di sistem setoran penumpang diharuskan mencari penumpang yang sebanyak-banyaknya," ujar Yoga kepada Kompas.com, Senin (13/10/2014).

Mental dibina

ITDP Indonesia Halte Karet 2 yang baru diresmikan penggunaannya pada Rabu (28/5/2014). Halte terlihat lebih lebar dan terbuka. Desain Halte Karet 2 rencananya akan digunakan pada seluruh halte transjakarta dalam pembenahan yang rencananya akan dimulai pada Januari 2015
Menurut Yoga, cara yang harus dilakukan untuk pembenahan angkutan umum di ibu kota, terutama pembenahan mental dari para sopir dan para penumpang adalah dengan penghapusan sistem setoran.

Yoga menilai, cara pembayaran yang ideal bagi pengelola angkutan umum adalah dengan cara penerapan pembayaran per kilometer, seperti yang diterapkan pada layanan bus transjakarta.

"Coba lihat transjakarta, penumpang tidak bisa berhenti seenaknya kan? Itu karena di transjakarra tidak pakai sistem setoran, tapi pembayaran rupiah per kilometer," papar dia.

Dengan menerapkan pembayaran per kilometer, kata Yoga, maka sopir-sopir angkutan umum tidak dibebani untuk mengincar jumlah penumpang. Sopir hanya diwajibkan menaikturunkan penumpang yang ada di halte.

Dengan demikian, ujar Yoga, para penumpang akan dipaksa membiasakan diri untuk disiplin dengan naik turun di hanya dri halte atau tempat-tempat lain yang telah ditentukan.

"Walaupun tidak ada penumpang pun, sopir-sopir tidak akan ngetem. Karena mereka tidak lagi terikat pada sistem setoran," pungkas Yoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com