Rusun menjadi penting karena kerap bersinggungan pada program keduanya. Sayangnya, sederet masalah, baik yang diturunkan dari masa "lampau" maupun sampai dua tahun keduanya memerintah, masih belum teratasi.
Menurut pengamat sekaligus akademisi dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, banyak hal yang mesti dibenahi untuk persoalan rusun. Pertama, mengenai manajemen pengelolaan.
Pengelolaan rusun dari Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI, kata dia, perlu dievaluasi. Bahkan, Nirwono juga menyarankan agar Dinas Perumahan tidak lagi berperan mengelola rusun.
"Mengelola rusun bisa melalui profesional, seperti yang terbiasa mengelola apartemen atau pihak ketiga, untuk ditunjuk mengambil manajemen di rusun supaya manajemennya bagus," kata Nirwono, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/10/2014).
Dia melanjutkan, selama ini, pengelolaan rusun dari Dinas Perumahan belum berjalan baik. Sebab, lanjutnya, pengelolaan terkendala beberapa persoalan seperti masalah mental dari pengelola, misalnya untuk kasus jual beli rusun, penghuni yang tak tepat sasaran, dan lainnya.
"Banyak rusun di lapangan tidak tepat sasaran. Kita orang awam saja bisa menangkap bagaimana di rusun itu diparkir mobil mewah. Itu sudah pasti penghuninya tidak tepat sasaran," ujarnya.
Pengelola di lapangan, lanjutnya, belum menjalankan tugas dengan baik, seperti yang diinginkan Jokowi-Ahok dalam hal manajemen pengelolaan rusun sehingga hal di atas tidak terjadi.
"Yang saya lihat semangat pengelola di lapangannya belum sama seperti semangat Pak Jokowi-Ahok," ujar Nirwono.
Rekayasa sosial
Nirwono menilai, selama ini Pemprov DKI tidak memperhatikan masalah sosial pasca-penempatan warga di rusun. Padahal, dia menganggap perlu dilakukan rekayasa sosial agar warga relokasi terbiasa dengan lingkungan baru mereka.
"Satu 'PR' yang tidak dikerjakan, rekayasa sosial. Warga jadi obyek, dari biasa tinggal horizontal langsung pindah ke hunian vertikal. Saya tidak melihat ada upaya pemerintah dalam transformasi tadi," ujarnya.
Itu, kata dia, merupakan persoalan penting. Kasus ini pernah terjadi di Amerika Serikat, di kota Chicago, pada 1980-an, ketika pemerintah setempat merelokasi warga ke model rumah susun. Namun, karena tidak dibekali rekayasa sosial, situasi menjadi tidak tertib.
"Akhirnya memutuskan untuk menghancurkan rumah susun karena jadi kumuh dan sarang kriminal. Jadi, kalau tidak dilakukan rekayasa sosial, tiga tahun rusun akan jadi kampung kumuh raksasa," ujar Nirwono.
Pemetaan relokasi
Nirwono melanjutkan, selain beberapa persoalan itu, Pemprov DKI juga perlu memetakan sebaran kawasan penduduk yang perlu direlokasi agar, lanjutnya, pemerintah tahu berapa lama dan banyak rusun mesti disiapkan.