Menurut Leli (33), sejak Rabu (11/2/2015), warga membeli air di pedagang air keliling. Biaya membeli air dirasa lebih berat bagi warga. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga mesti membeli enam jirigen air pada pagi hari dan enam lagi jirigen di malam harinya. Total menjadi 12 jirigen. Setiap enam jirigen atau satu gerobak, warga membelinya dengan harga Rp 15.000.
"Jadi kalau sehari itu bisa sampai Rp 30.000 kita beli air. Kitanya pusing biayanya besar," kata Leli, saat ditemui di kantor Aetra Cabang Jakarta Utara, Senin (16/2/2015).
Menurut Leli, harga Rp 15.000 itu dapat turun menjadi Rp 10.000, jika warga mau mengambil sendiri air di penjual air tanpa diantar. Namun, hal itu menyusahkan warga. Sebab, lanjut dia, sebagian pembeli air adalah para wanita sehingga pekerjaan itu menjadi berat. Belum lagi, jika memilih mengambil sendiri, warga mesti mengantri sekitar 3 jam baru mendapat air.
"Berat ngangkatnya, badan pegel. Lumayan jauh dari tempat tinggal. Apalagi yang ambil kita-kita ini perempuan. Suami kan kerja nyari duit," ujar Leli.
Nunung Sumiati (32), warga lainnya mengatakan, warga terkadang menggunakan air hujan seminggu belakangan untuk mendapatkan tambahan air bagi keperluan mencuci pakaian. Namun, bila tak ada air sama sekali, pakaian menumpuk akibat tak dapat dicuci. "Mau mandi saja susah," ujar Nunung.
Sebelumnya, sekitar 180 keluarga yang bermukim di tanah Rusun Cilincing, mendatangi kantor Aetra Cabang Jakarta Utara. Para warga mengeluhkan sudah seminggu belakangan pasokan air milik warga yang menumpang dari dalam Rusun Cilicing, diputus oleh pihak Aetra. Ada sekitar 180 keluarga yang mengalami hal ini. Saat ini, pihak warga masih bertemu dengan pihak Aetra untuk membicarakan masalah tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.