"Evaluasi (Kemendagri) harus ditaati, itu namanya prinsip dalam membangun pemerintahan. Saya rasa evaluasi yang diberikan Kemendagri sudah sangat tepat, apalagi untuk belanja pegawai," kata Taufik, saat dihubungi Jumat (3/4/2015) malam.
Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta itu menjelaskan, dalam pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, pos belanja (pembiayaan) memang harus setinggi-tingginya.
Namun disesuaikan dengan anggaran tahun sebelumnya. Pembiayaan yang dimaksud adalah biaya mengikat yang dikeluarkan setiap bulan seperti gaji pegawai, telepon, listrik dan air.
Sementara biaya wajib seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya tidak boleh ada pembelanjaan baru dan hanya untuk perawatan.
"Penggunaan pergub itu dibatasi, pergub bukan pilihan, sebagai jalan keluar atas ketidaksepahaman. Kalau (biaya) bangun baru tidak bisa, perawatan bisa. Belanja pegawai itu tinggi-tingginya setiap bulan, bukan seperti pembayaran TKD dinamis yang dilakukan per tiga bulan," kata mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI itu.
Adapun beberapa program yang dikoreksi Kemendagri seperti alokasi belanja pegawai sebesar Rp 19,52 triliun. Anggaran itu lebih besar dibandingkan alokasi anggaran infrastruktur.
Kemudian alokasi pendidikan dalam Rapergub APBD 2015 sekitar 21 persen dari total anggaran. Padahal, pada tahun lalu alokasi anggaran pendidikan sempat mencapai angka 25,2 persen dari jumlah total anggaran belanja sekitar Rp 67 triliun.
Kemendagri juga mengkritik besarnya biaya belanja jasa kantor dalam Rapergub APBD DKI 2015. Belanja jasa kantor di Rapergub APBD 2015 sebesar Rp 4,1 triliun.
Anggaran itu lebih besar dibandingkan anggaran pembangunan jalan yang hanya sebesar Rp 2,9 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.