"Mesin itu bisa memproduksi 50.000 pil dalam satu jam. Bahannya dioplos, yang dari aslinya dicampur dengan yang kadarnya rendah sehingga satu pil bisa jadi tiga pil ekstasi," kata Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso, Selasa (14/4/2015).
Budi menjelaskan, mesin pencetak pil ekstasi itu sudah disiapkan oleh kaki tangan Freddy, yakni Yanto (50) dan Aries (36), dari bulan September 2014.
Awalnya, bahan membuat ekstasi beserta alat cetak itu disimpan di Cikarang. Freddy menyimpan kedua barang tersebut di sana sembari menunggu kiriman bahan membuat ekstasi karena belum lengkap.
Ketika sudah terkumpul semua, Freddy pun meminta Yanto untuk memindahkan bahan dan alat cetak ke salah satu bangunan bekas pabrik garmen di Jalan Kayu Besar, Jakarta Barat. Di sana, mereka sudah menyiapkan bahan membuat ekstasi sebanyak 54.000 pil.
"Barangnya (bahan) ada 54.000. Bahannya kalau dibuat bisa menghasilkan satu juta dari pil ekstasi saja," ucap Budi.
Selain memproduksi ekstasi dengan mesin sendiri, Freddy juga membawa narkotika jenis baru, yakni CC4, yang berbentuk seperti prangko.
Narkotika CC4 ini disebut Budi sebagai jenis yang paling baru beredar di Eropa, tetapi Freddy sudah bisa menyelundupkannya dan memasukkan ke Indonesia.
"Ini karena jaringan Freddy mencakup internasional. Dengan pengungkapan ini, harapan kami semoga jalur peredarannya bisa tertutup karena narkotika jenis prangko ini tiga kali lipat lebih berbahaya," kata Budi.
Freddy tidak sendiri. Dia berperan sebagai otak yang mengendalikan penjualan dan peredaran narkotika dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah.
Sementara itu, komplotannya yang bekerja di lapangan adalah Yanto (50), Aries (36), Latif (34), Gimo (46), Asun (42), Henny (37), Riski (22), Hadi (38), Kimung (31), Andre (30), dan Asiong (50).
Ada dua pelaku lain yang masih buron, yakni seorang warga negara Belanda bernama Laosan alias Boncel dan Ramon. Mereka semua disangkakan Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.